RADARRIAUNET.COM - Terkait konflik lahan berkepanjangan antara perusahaan yang bergerak di bidang HTI PT RAPP dengan masyarakat Desa Bagan Melibur, Kecamatan Merbau sampai saat ini belum ada titik temu.
Walaupun kementerian kehutanan telah mengeluarkan SK No.180/Menhut-II/2013 yang menetapkan Desa Bagan Melibur berada di luar konsesi RAPP, namun ada segelintir masyarakat yang mengatasnamakan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) masih mempermasalahkan hal tersebut dengan menunjukkan bahwa patok batas di lapangan menunjukkan Desa Bagan Melibur masih berada di dalam kawasan konsesi dan perusahaan masih menggarapnya.
Atas hal ini ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Bagan Melibur, H Mangun angkat bicara. Dia mengatakan bahwa sejauh ini masyarakat tidak pernah merasa terganggu oleh aktifitas yang dilakukan oleh PT RAPP, malah sebaliknya masyarakat merasa terbantu, karena dengan masuknya Desa Bagan Melibur sebagai wilayah konsesi, masyarakat menerima tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).
"Saya sudah sampaikan kepada kepala desa dan masyarakat melalui surat dari RAPP, bahwa perusahaan siap membantu yang intinya dengan merealisasikan tanaman kehidupan bagi masyarakat yakni pohon karet, perusahaan akan memberikan saguhati bila lahannya mau dikelola oleh RAPP, jika tidak mau dikelola oleh perusahaan dan dikelola sendiri perusahaan tetap membantu dengan memberikan peralatan dan bibit tanaman, serta bantuan lainnya yang bersifat membangun ekonomi kerakyatan, namun semua bantuan itu sirna akibat perbuatan segelintir orang yang menolak itikad baik dari perusahaan," kata H Mangun, Minggu (14/8/2016).
Untuk itu pula, ketua LPMD ini menghimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh sejumlah oknum yang ingin mengintervensi dan memecah belahkan sesama kelompok masyarakat.
"Saya ingin meluruskan bahwa sebenarnya masyarakat senang dan merasa terbantu dengan adanya bantuan dari perusahaan, namun ada segelintir massa yang mengatasnamakan JMGR, mereka menolak dan memprovokasi agar tidak menerima bantuan dalam bentuk apapun dari PT RAPP, padahal mereka tidak pernah berkecimpung melibatkan diri dan aktif kedalam organisasi kemasyarakatan seperti gotong royong, acara keagamaan, saya tidak habis pikir, apa salahnya menerima bantuan dari perusahaan, sedangkan mereka yang memprovokasi tidak pernah membantu masyarakat sedikitpun," ungkap H Mangun.
Tidak sampai disitu, lanjut H Mangun, ulah segelintir kelompok masyarakat ini semakin menjadi, dengan segala upaya, mereka meminta agar tim 9 yang telah dibentuk agar dibubarkan dengan mencabut SK yang telah diterbitkan. Dari aksi ini masyarakat diminta untuk tidak lagi menerima segala bentuk bantuan yang diberikan oleh perusahaan, masyarakat tidak menerima tanaman kehidupan, sagu hati, kemitraan dan sistem isolasi.
"Tim 9 yang dibentuk untuk memantau tapal batas berdasarkan SK Kepala Desa Bagan Melibur ini dipaksa untuk dibubarkan dengan alasan tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat desa, padahal waktu pembentukan masing-masing perwakilan dari 12 desa hadir, mereka juga berkilah jika tim ini merupakan bentukan perusahaan. Akhirnya dengan segala kelemahan kepala desa akibat terus mendapat tekanan, tim ini dibubarkan, padahal dari 580 KK masyarakat yang mampu hanya 15 persen sedangkan lainnya merupakan masyarakat ekonomi kelas rendah yang mengharapkan bantuan itu," cerita H Mangun.
Untuk itu, pria yang dituakan di Desa Bagan Melibur itu mempertanyakan tujuan dari kelompok ini yang menghalangi masyarakat agar tidak menerima bantuan dari PT RAPP.
"Saya tidak mengerti apa tujuan dari kelompok ini, sehingga menghalangi masyarakat agar menolak segala kebaikan dari perusahaan, padahal di desa lain seperti Desa Lukit yang juga masuk sebagai wilayah konsesi mereka sangat gembira dengan bantuan yang diberikan. Untuk itu sekali lagi saya mengajak agar masyarakat tidak mudah di pecah belah, saya pikir kerjasama perusahaan dengan masyarakat sudah mendapat restu dari pemerintah yang tujuannya adalah untuk mengentaskan kemiskinan," beber H Mangun.
Terkait hal ini pula, tindak lanjut dari pemerintahan kecamatan belum tampak untuk memberikan solusi."Sampai saat ini pihak pemerintahan kecamatan belum ada menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. Sedangkan pihak perusahaan masih tetap beroperasi, namun yang mereka kerjakan bukan wilayah konsesi, melainkan tanah masyarakat yang kemudian akan digantikan dengan saguhati, seperti arahan dari Kapolres yang menyatakan bahwa jika masyarakat tidak mampu mengelola lahan dan menyebabkan kebakaran, sebaiknya di serahkan saja ke perusahaan, karena mereka bertanggung jawab atas hal itu," pungkas H Mangun.
rgc/fn/radarriaunet.com