RADARRIAUNET.COM - Anggota DPRD Nazzarudin Arnazh mengaku tercengang terkait adanya informasi pungutan fee 2,5 persen yang dilakukan oleh oknum Pokja di ULP Pelalawan untuk setiap proyek. Jika memang ada fakta dan bukti yang kuat ia meminta aparat penegak hukum untuk mengusutnya.
"Kalau memang ada fakta dan bukti terkait indikasi yang dituduhkan ini, kita minta pihak yangg berwewenang melakukan penelusuran atau penyedikan," terang Nazzaradin kepada awak media, Senin (8/8/16).
Ketua fraksi PAN DPRD Pelalawan, mengatakan jangan sampai informasi yang dituduhkan itu adalah informasi tidak benar yang merupakan pelampiasan kekecewaan diisukan oleh pihak-pihak yg kecewa karena hasil akhir tidak sesuai harapa. "Jika memang telah terjadi permainan yang melanggar aturan main, kita dukung pihak berwenang menelusuri pelanggaran ini," tegassnya.
Apalagi menurutnya, permainan itu telah menyebabkan pihak lain dirugikan. "Jangan kwalitas pekerjaan yang dimainkan ini juga diabaikan, ini bukan lagi tindakan kurang ajar tapi memang perlu dihajar dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," tandasnya. Diberikan sebelumnya, panitia Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) kabupaten Pelalawan diduga memungut fee berkisar 2,5 persen setiap paket dari kontraktor pemenang proyek dilingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Pelalawan.
Informasi ini diterima awak media dari seorang kontraktor yang mengetahui praktik persenan oleh oknum yang bertugas di ULP. Pengusaha ini kecewa setelah mengetahui ada permainan dari oknum anggota Kelompok Kerja (Pokja) ULP yang menangani proses pelelangan paket proyek. Sejak tiga tahun terakhir, tender dari semua proyek yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tak lagi dilaksanakan oleh SKPD tersebut.
Tetap dilakukan satu pintu oleh unit dibawah koordinasi Bagian Aset Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) bernama ULP. "Memang tidak semua paket yang dilelang menggunkan persenan. Tapi kebanyakan seperti itu. Kalau tidak dikasih ke oknum pokja, kemungkinan kecil kita bisa menang," ujar kontraktor yang tidak mau identitasnya ditulis.
Pengusaha lokal ini menyatakan, proses lelang di ULP ditangani oleh beberapa pokja yang dibentuk untuk menangani tender proyek yang telah dibagi dari beberapa dinas. Meski semuanya menggunakan sistem on line, tapi pokja tetap bertatap muka dengan pengusaha ketika pembuktian berkas penawaran, tepat sebelum pengumuman pemenang. Disini terjadi kesepakatan antara kontraktor dengan oknum ULP. Bisa saja 2,5 persen dari nilai kontrak diberikan di depan, dan ada juga setelah proyek berjalan.
"Sistemnya sebenarnya sudah bagus, tapi karena ada oknum yang bermain jadi rusak. Kami minta pemda memecat oknum-oknum yang bermain itu, tak sebutkan nama. Antara pokja pasti seling mengetahui," tandasnya.
Kepala ULP Pelalawan, Edy Surya, saat dikonfirmasi terkait permainan oknum anggotanya ini, membantah keras adanya persenan yang diminta dari kontraktor pemenang tender hingga 2,5 persen. Hal itu tidak dibenarkan dalam ULP. Ia menjamin tak ada anggotanya yang bermain-main dalam proses tender. "Saya ini ber-Tuhan. Saya bersumpah tidak pernah menerima uang dari pengusaha. Karena tidak dibenarkan," terang Edy Surya.
Kabag Aset Setdakab Pelalawan ini menegaskan, tidak ada kesempatan bagi petugas ULP bertemu dengan pengusaha. Sebab semua sudah sistem elektronik. Tanpa bertatap muka lagi seperti sistem yang lama.
teu/rtc/radarriaunet.com