Perbaikan Regulasi Dinilai Bakal Genjot Investasi Biogas

Administrator - Kamis, 24 Maret 2016 - 11:24:36 wib
Perbaikan Regulasi Dinilai Bakal Genjot Investasi Biogas
Salah satu perbaikan regulasi menyangkut harga patokan pembelian harga energi berdasarkan biaya produksi energi baru dan terbarukan (feed in tarriff). ant
Jakarta (RRN) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis investasi di bidang pembangkit listrik tenaga biogas akan meningkat seiring perbaikan regulasi menyangkut harga patokan pembelian harga energi berdasarkan biaya produksi energi baru dan terbarukan (feed in tarriff).
 
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Sudjoko mengatakan feed in tarriff merupakan instrumen regulasi yang bisa mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. 
 
Investasi tersebut, lanjutnya, harus ditarik mengingat 25 persen dari suplai energi nasional rencananya akan disediakan oleh EBT di tahun 2025.
 
"Demi merangsang investasi, kami telah memangkas perizinan dan menerapkan feed in tariff untuk biogas dan biomas. Kami juga telah memangkas beberapa perizinan supaya investasi di sektor energi biogas ini bisa masuk," terang Sudjoko di Jakarta, Rabu (23/3).
 
Ia melanjutkan, kebijakan feed in tarriff ini terbukti mampu menarik minat investor karena adanya peningkatan kapasitas listrik yang dihasilkan dari biogas. Saat ini, tambahnya, pembangkit listrik bertenaga biogas baru menghasilkan 3,6 MW dan nantinya akan meningkat menjadi 4,8 MW dalam waktu dekat.
 
"Bisa meningkat ke angka itu karena sejauh ini sudah ada 25 perusahaan yang telah mendapatkan izin untuk membangun biogas power plant. Lama kelamaan, biogas ini bisa menjadi salah satu unggulan untuk memenuhi kebutuhan listrik," ujarnya.
 
Sebagai informasi, feed in tarriff listrik biogas tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM no. 27 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
 
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Biogas Indonesia, Trio Chadys mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam memberikan insentif bagi pengusaha EBT. Kendati demikian, ia menganggap feed in tarriff listrik biogas yang dipatok pemerintah senilai Rp1.050 per Kilo Watt Hour (KWh) masih terlalu murah dan masih kurang menarik investor.
 
"Memang investasinya masih besar, kira-kira US$2,5 juta per 1 MW jadi kami memang menunggu harga yang baik dari pemerintah agar biogas ini bisa dimanfaatkan," terangnya di lokasi yang sama.
 
Dengan demikian, maka tak heran jika hanya perusahaan kelapa sawit berskala besar saja yang mampu membangun pembangkit tersebut. Agar perusahaan kelapa sawit kecil ikut berpartispasi, asosiasi akan mengusulkan penyatuan beberapa perusahaan kelapa sawit skala kecil yang lokasinya berdekatan untuk membangun pembangkit listrik tenaga biogas.
 
"Ada usulan untuk membuat skema clustering. Jadi dikelompokan perusahaan yang berdekatan untuk bangun pembangkitnya lalu listriknya disatukan dijual ke PLN. Sehingga dengan cara ini bisa lebih ekonomis," terangnya. 
 
gir cnn/ rrn