Radarriau net | Jakarta - Gerakan reforma agraria yang digembar-gemborkan pemerintah dinilai belum berjalan optimal. Serikat Petani Indonesia (SPI) bahkan menemukan adanya praktik kekerasan aparat dan ketidakadilan penguasaan lahan yang masih marak di lapangan. Temuan ini disampaikan langsung dalam audiensi di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) pada Rabu, 24 September 2025, yang berlangsung lebih dari satu setengah jam. Kedatangan 12 perwakilan SPI, yang dipimpin oleh Ketua Umum M. Saragih, bukan sekadar kunjungan formal, melainkan membawa ‘rapor merah’ implementasi reforma agraria. Mereka diterima oleh tiga pejabat tinggi: Juri Ardiantoro (Wamensetneg), Faisol Reza (Wamen Perindustrian), dan Maman Abdurrahman (Menteri UMKM).
"Reforma agraria yang ada saat ini jauh dari kata berhasil. Di Sumatera Utara, misalnya, penyelesaian kasus agraria sering diwarnai dengan kekerasan oleh aparat," kata M. Saragih. Ia menegaskan bahwa agenda utama mereka adalah mendesak pemerintah untuk kembali pada amanat UU, Tap MPR 2001, dan Perpres Reforma Agraria No. 6 Tahun 2023.
SPI juga membeberkan lima langkah strategis yang harus segera diambil pemerintah, yaitu: mengalihkan tanah HGU dan HGU yang telantar menjadi TORA, memasukkan penertiban kawasan hutan sebagai bagian TORA, dan merevisi Perpres No. 62 Tahun 2023. Tak hanya itu, SPI juga menuntut adanya revisi menyeluruh terhadap sejumlah UU, seperti UU Pangan, Kehutanan, Koperasi, dan Masyarakat Adat, serta pembentukan dewan khusus untuk mengawasi agenda reforma agraria.
Keluhan dari berbagai daerah menjadi bukti nyata kegagalan ini. Fandi, petani dari Bogor, mengungkapkan kekhawatiran akibat alih fungsi lahan pertanian masif menjadi perumahan. Cerita serupa datang dari Subang, di mana petani diusir dari lahan HGU yang sudah habis masa berlakunya.
Sementara itu, Bayu dari Pandeglang menceritakan konflik dengan oknum kepolisian terkait lahan, dan Utomo dari Indramayu menyoroti ketidakadilan penguasaan lahan di wilayah yang seharusnya menjadi lumbung pangan nasional. Di Banten, Iwan SPI meminta revisi UU Kehutanan karena adanya pungutan liar dari Perhutani.
Merespons paparan tersebut, Wamensetneg Juri Ardiantoro memastikan bahwa isu ketahanan pangan adalah salah satu prioritas Presiden. Ia berjanji akan menindaklanjuti dengan meminta SPI melengkapi data-data kasus yang terjadi di daerah. Senada dengan itu, Wamen Perindustrian Faisol Reza mengakui konsistensi perjuangan SPI dan berjanji akan meneruskan poin-poin revisi undang-undang.
"Petani dan nelayan adalah pilar sektor UMKM," ujar Menteri UMKM Maman Abdurrahman. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus berupaya mendorong kemandirian petani melalui berbagai program.
(Editor:igo)