Jakarta: Selain tekanan darah normal dan tak sedang dalam proses pengobatan, kegiatan donor darah juga perlu memerhatikan faktor usia, khususnya mereka yang masih berusia remaja.
Disitat CNN Indonesia, Studi terkini menemukan, remaja perempuan rentan kekurangan zat besi pascadonor dibanding dengan pendonor usia tua dan mereka yang tidak mendonor.
Studi yang diterbitkan dalam Transfussion Journal ini diinisiasi oleh John Hopkins University School of Medicine, Baltimore, Maryland. Studi melibatkan sebanyak lebih dari 9 ribu partisipan perempuan berusia 16-49 tahun. Dari jumlah ini, sebanyak lebih dari 2 ribu di antaranya termasuk remaja.
Peneliti mengambil data berupa sampel darah dan rekam jejak donor darah yang dilakukan.
Dari studi itu, peneliti menemukan bahwa donor darah bisa berpengaruh pada kesehatan perempuan muda atau secara spesifik, mereka yang berusia remaja.
Darah remaja mengandung zat besi. Namun, volume darah terbilang sedikit. Otomatis, saat mendonorkan darah, mereka kehilangan lebih banyak zat besi daripada mereka yang berusia dewasa meski volume darah yang diambil sama banyaknya.
Kekurangan zat besi mengakibatkan rasa pusing hingga pingsan. Selain itu, rendahnya zat besi dalam tubuh juga mengarah pada anemia. Gejalanya bisa berupa kelelahan, napas pendek, kulit pucat, dan palpitasi jantung atau detak jantung kurang atau lebih dari detakan normal.
Kendati demikian, pemimpin studi Aaron Tobian tidak serta merta melarang mereka yang layak dan ingin jadi pendonor.
RRN/CNNI