BPJS Kesehatan Bantah Penghapusan Obat Kanker karena Defisit

Administrator - Rabu, 20 Februari 2019 - 16:34:39 wib
BPJS Kesehatan Bantah Penghapusan Obat Kanker karena Defisit
Ilustrasi. cnni pic

Jakarta: Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membantah penghapusan obat kanker usus besar dari daftar yang ditanggung oleh Program Jaminan Kesehatan (JKN) dilakukan demi mengatasi defisit keuangan yang mereka alami.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Maruf mengatakan porsi biaya yang dikeluarkan untuk obat kanker usus besar yang dihilangkan dari layanan Program JKN terlalu kecil jika dibandingkan total pembiayaan yang dikeluarkan institusinya. Sebagai gambaran, pada 2017 lalu BPJS Kesehatan menggelontorkan total pembiayaan layanan sebesar Rp44 triliun.

Dari total pembiayaan tersebut, Rp50 miliar di antaranya digelontorkan untuk pembiayaan obat bevasizumab, obat kanker yang dikeluarkan dari daftar yang ditanggung BPJS Kesehatan. "Artinya memang tidak seberapa besar," katanya seperti sitat CNNINdonesia.com, Rabu (20/2/2019).

Iqbal mengatakan penghapusan dilakukan karena memang ada obat alternatif lain yang bisa digunakan untuk pengobatan kanker usus besar. Penghapusan juga dilakukan dengan mempertimbangkan kajian dari Komisi Penilaian Teknologi Kesehatan.

"Mereka merekomendasikan ke Kementerian Kesehatan bahwa untuk dua obat kanker perlu ditinjau. Karena itulah akhirnya bevasizumab akhirnya tidak ditanggung lagi Program JKN," katanya.

Sebagai informasi, Menteri Kesehatan Nila Moeloek memutuskan untuk menghapus obat kanker usus besar atau kolorektal dari daftar obat yang ditanggung oleh layanan BPJS Kesehatan.

Penghapusan yang berlaku 1 Maret tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional.

Dalam keputusan yang dikeluarkan 19 Desember 2018 tersebut setidaknya ada dua jenis obat kanker yang dihilangkan dari layanan BPJS Kesehatan. Pertama, obat bevasizumab yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan kanker.

Kedua, cetuximab yang digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal (kanker usus besar). Nila mengatakan penetapan obat yang masuk ke dalam formularium nasional tersebut sudah dilakukan dengan cermat dengan mempertimbangkan masukan tim penilai.

Salah satu pertimbangan penilaiannya adalah dari sisi efektifitas harga dibandingkan dengan manfaat.

"Jadi kami untuk JKN ada penilaian cost effectiveness. Kalau sebuah obat ini terlalu mahal lalu ada obat yang lebih murah, kenapa tidak? Makanya sekarang lebih banyak pakai obat generik, ternyata obat generik manfaatnya sama," jelas Nila.


RRN/CNNI