Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan masa operasi atau commercial operation date (COD) seluruh pembangkit dalam program 35 ribu megawatt (mw) paling maksimal di 2024.
Hal tersebut ditegaskan oleh Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng. Dia mengatakan ada pembangunan proyek tersebut masih berjalan meski memang tidak seperti yang ditargetkan di awal yakni selama lima tahun hingga 2019.
"Semua sudah running seperti biasa, cuma COD-nya ada yang dipercepat, tapi tetap 2024 yang program 35 ribu mw itu," kata Andy ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis malam, 24 Januari 2019.
Sementara itu dalam proses pembangunan tersebut, pemerintah memastikan porsi pembangkit listrik berbahan bakar gas bumi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 hingga 2028 tetap dipertahankan dengan porsi 22 persen. Andy mengatakan pembangkit berbahan bakar gas masih menjadi andalan saan beban puncak (peaker). "Tadinya mau turun tapi tidak bisa, dan tetap stabil," tutur dia.
Dia bilang pembangkit berbahan gas bisa menghasilkan listrik lebih cepat dibandingkan baham bakar lainnya terutama yang berasal dari batu bara atau Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sebelumnya PLN menginginkan pembangkit energi baru terbarukan menjadi alternatif untuk beban puncak. Alasannya harga EBT lebih murah ketimbang gas.
Adapun, porsi pembangkit EBT dalam RUPTL baru ini masih sama dengan sebelumnya yakni 23 persen. Target ini bisa tercapai dengan beberapa upaya. Salah satunya mendorong PLN untuk memakai bahan bakar nabati untuk sumber energi pembangkit.
Pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai sumber eneri pembangkit tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 Tahun 2018 atas perubahan Permen ESDM Nomor 50 tahun 2017.
AHL/medcom.id