Jakarta: Pemerintah kembali melelang 15 blok minyak dan gas tahun ini. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, lelang blok migas beberapa tahun terakhir boleh dibilang susah-susah gampang. Bagaimana tidak? harga minyak yang merosot dalam tiga tahun terakhir membuat investor kehilangan selera menanamkan duit mereka.
Ambil contoh, lelang delapan wilayah kerja (WK) migas 2015 lalu sukses membawa dua pemenang. Namun, karena penurunan harga minyak, keduanya memutuskan menarik diri.
Tahun berikutnya, pemerintah kembali melelang 14 blok migas yang terdiri dari tujuh blok yang dilelang secara terbuka dan tujuh blok yang ditawarkan secara langsung. Sayangnya, upaya itu tak maksimal. Dari 14 blok migas yang dijajakan, hanya satu di antaranya yang laku.
Untuk memperbaiki kondisi ini, pemerintah kemudian mengubah aturan main lelang. Salah satunya, pemerintah mempersilahkan investor untuk melakukan penawaran bagi hasil secara terbuka. Namun demikian, porsi produksi paling besar tetap harus dikempit oleh pemerintah.
Tak kapok, pemerintah kembali melelang 15 blok migas di tahun ini. Hanya saja, blok-blok ini akan dilelang dengan skema PSC Gross Split yang baru diimplementasikan awal tahun ini.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja meyakini, PSC Gross Split bisa menjadi magnet lelang migas. Sebab, di tengah harga minyak yang masih lesu, bagi hasil yang dinamis menjadi solusi jitu.
"Berharap boleh saja kan? Tentu saja, kami inginkan peserta lelang bertambah dibanding tahun kemarin," ujarnya, kemarin.
Sayang, mengganti sistem kontrak bagi hasil produksi dianggap masih belum mumpuni. Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong, pemerintah masih perlu membenahi hal lain yang terkait dengan paket regulasi sektor minyak dan gas (fiscal regime).
Salah satu hal yang masih dipertanyakan pelaku usaha ihwal PSC Gross Split adalah ketentuan pajaknya. Karena di dalam PSC Gross Split, biaya operasional kini murni ditanggung oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Dulu kan biaya operasional ditanggung bersama dengan pemerintah. Jadi, perlakuan pajaknya juga beda. Padahal, pajak sangat berurusan dengan siapa yg menanggung biaya. Jadi, tolong peraturan perpajakan dibuat dulu khusus. Sehingga, kami bisa menghitung," imbuh Marjolijn.
Ia menjelaskan, masalah perpajakan yang belum terang benderang itu bisa menjadi faktor tak lakunya lelang migas di tahun ini. "Tetapi, kami lihat dulu. Lelang ini kan belum berakhir. Untuk dikatakan banyak peminat atau tidak, saya juga belum bisa bilang dulu," katanya.
Pengamat Energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rahmanto juga tidak yakin lelang migas akan laris manis di tahun ayam api ini. Pasalnya, pemerintah masih terlalu kaku dalam mengimplementasikan PSC Gross Split.
Di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017, split dasar (base split) bagi kontraktor dalam PSC Gross Split sebesar 43 persen untuk minyak dan 48 persen untuk gas. Padahal, sesuai ketentuan yang berlaku di beberapa negara, split bagian kontraktor di dalam Gross Split mencapai 65 persen hingga 70 persen.
Apalagi, besaran split itu masih belum dikurangi Pajak Penghasilan (PPh). Sehingga, dengan besaran split saat ini, ia sangsi banyak investor yang mau menawar blok migas. Apalagi, angka bagi hasil tersebut dianggap masih kurang menggairahkan dibanding negara-negara lain.
Menurut Pri, salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah adalah membuat bagi hasil lebih fleksibel. "Harusnya split itu dibuat negosiasi, jangan kaku," paparnya.
Meski dihujani kritikan, pemerintah tetap tak menyerah dalam menawarkan lelang blok Migas. Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah akan terus menjemput bola dalam menjaring investor ikut lelang blok migas. Ia mengibaratkan, lelang blok migas seperti halnya pembukaan mahasiswa baru.
Sehingga, di dalam kunjungannya ke China bulan lalu, ia turut menawarkan lelang WK baru kepada tiga perusahaan China, yaitu China National Petrolium Corporation (CNPC), China Petrochemical Corporation (Sinopec), dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC).
Diharapkan, tiga perusahaan ini mau menanamkan modalnya di Indonesia. Toh, reputasi ketiga perusahaan China itu dianggap cukup baik. "Saya mengundang mereka untuk meningkatkan investasi di hulu migas Indonesia," imbuh Jonan
Adapun, rencananya, pemerintah akan menutup pendaftaran lelang untuk penawaran langsung tanggal 19 Juli mendatang dan tender biasa pada 3 Oktober mendatang. Setelah itu, hasilnya akan terlihat apakah lelang WK migas tahun ini akan suam-suam kuku seperti tahun-tahun sebelumnya.
Lex/cnni/bir