Jakarta: Menteri ??Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, bakal segera melakukan kesepakatan perjanjian secara bilateral dengan negara-negara yang kerap menjadi tempat parkir harta Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Negara yang diincar untuk kerja sama antara lain Singapura, Macau, Swiss, dan Inggris (United Kingdom/UK) dalam rangka pelaksanaan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI).
"Negara yang kami tuju yang paling utama, yang menjadi probabilitas paling besar. Singapura adalah yang terbesar, kedua Hong Kong, lalu Macau dan UK," ujar Sri Mulyani saat buka puasa bersama awak media di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (19/6). "Swiss minggu depan, Macau akan menyusul dengan Singapura (untuk melakukan kesepakatan)," imbuhnya.
Menurut Sri Mulyani, kesepakatan dari negara-negara suaka pajak tersebut sangat penting untuk mengungkap harta-harta yang masih terparkir di negara-negara tersebut sehingga bisa segera mengalir kembali ke dalam negeri.
"Sesudah itu kami bisa meminta negara lain untuk punya komitmen yang sama agar negara lain tidak memanfaatkan untuk melakukan penghindaran pajak yang sulit kami lacak," kata Sri Mulyani.
Kendati begitu, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu enggan membagi proyeksi rinci terkait potensi harta yang sekiranya masih tersimpan di negara-negara tersebut.
Namun, Sri Mulyani memproyeksikan masih ada potensi penerimaan pajak sebesar Rp185 triliun, yang bisa didapat pemerintah melalui ekstensifikasi dan internsifikasi.
"Secara umum, seluruh ekstensifikasi dan internsifikasi di dalam dan luar negeri Rp185 triliun. Jadi, kami tidak bedakan," tutur Sri Mulyani.
Adapun negara-negara tersebut, akan menyusul Hong Kong, yang sudah lebih dulu bersepakat dengan Indonesia untuk membuka dan bertukar data keuangan nasabah perbankan dalam rangka AEoI.
Kesepakatan itu tertuang dalam penandatanganan Perjanjian Bilateral Otoritas Kompeten (Bilateral Competent Authority Agreement/BCAA) antara Indonesia, yang diwakili Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Hong Kong, yang diwakilkan Komisaris Departemen Pendalaman Pendapatan Hong Komg (Commissioner of Inland Revenue Department) Wong Kuen-fai.
Menurut DJP, Hong Kong sengaja diajak sepakat melaksanakan AEoI lebih dulu lantaran sebagai syarat agar Singapura bersedia ikut bertukar informasi data keuangan nasabah dengan Indonesia di tahun depan, saat AEoI resmi dijalankan oleh 50 negara, termasuk Indonesia, Singapura, dan Hong Kong.
Berdasarkan data yang terhimpun dalam program pengampunan pajak (tax amnesty), terdapat lima besar negara yang selama ini menjadi negara suaka ajak lantaran menjadi tempat parkirnya harta Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Dari sisi deklarasi luar negeri, lima negara terbesar yang mengalirkan harta ke Tanah Air, yaitu Singapura sebanyak Rp766,05 triliun, British Virginia Island Rp77,5 triliun, Hong Kong Rp58,17 triliun, China Rp53,14 triliun, dan Australia Rp42,04 triliun.
Sementara terkait perolehan repatriasi, dari Singapura tercatat sebesar Rp85,35 triliun, Cayman Island Rp16,51 triliun, Hong Kong Rp16,31 triliun, British Virginia Island Rp6,57 triliun, dan China Rp3,56 triliun.
Adapun untuk negara lain yang telah sepakat melaksanakan AEoI, pemerintah akan mendapat data otomatis dari negara-negara lain yang sudah berkomitmen. Pelaksanaan AEoI di Indonesia didasari oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.
Selain itu, aturan teknisnya juga telah dirumuskan dala Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.
Cnni/gir/RRN