RADARRIAUNET.COM - Buruknya harmonisasi PSSI dan Kemenpora kerap menjadi batu sandungan bagi kemajuan sepak bola Indonesia. Apalagi konflik berkepanjangan memicu FIFA untuk melayangkan sanksi kepada sepak bola Tanah Air.
Setelah sanksi dicabut, PSSI dan Kemenpora masih berdebat lokasi penyelenggaraan kongres. Akibatnya, jadwal kongres yang semula ditetapkan di Makassar pada 17 Oktober harus diundur hingga 10 November.
Calon ketua umum PSSI yang juga menjabat sebagai Pangkostrad Letjen TNI, Edy Rahmayadi, berharap perselisihan di antara kedua pihak tidak lagi meruncing di kemudian hari.
"Semua yang ada di Indonesia ini harus bersinergi dengan pimpinan yang ada di Indonesia ini secara formal dan emosional. Pemerintah yang mempunyai wewenang di republik ini. Omong kosong tanpa sinergi dapat berbuat di negeri ini, termasuk bola kaki," kata Edy di Lapangan Tembak Cilodong, Depok, Jumat (28/10) siang.
Edy tak memungkiri bahwa PSSI menginduk kepada FIFA. Namun, bukan berarti otoritas sepak bola tersebut tidak taat pada pemerintah dalam konteks pembinaan.
"Saya ingin bangsa ini diperhitungkan oleh negara lain khususnya melalui persepakbolaan. Kalau kita punya satu visi dan misi yang sama, komunikasi akan baik," ujar pembina klub PS TNI tersebut.
Terkait pencalonannya menjadi Ketum PSSI, Edy mengaku perdebatan yang terjadi antara PSSI dengan Kemenpora tidak menganggu persiapannya dalam melakukan kampanye.
"Oh tidak (menganggu persiapan), silahkan saja karena itu ada aturannya. Sudah diatur dalam statuta. Kalau tidak bisa dilakukan di Makassar, di Yogya, sekarang pindah lagi di Jakarta, itu adalah haknya Exco PSSI," ucap Edy.
Menurut Edy, mengelola sepak bola nasional semestinya tidak dianggap sebagai persoalan rumit. Sebab, tujuannya hanya mengabdi kepada rakyat.
"Karena dibikin ribet, jadi ribet! Bola kaki itu adalah milik rakyat Indonesia, bukan hanya ketua PSSI. Kedaulatan bola kaki akan kami kembalikan ke rakyat dan bersama rakyatlah sepak bola dibesarkan," tuturnya.
cnn/radarriaunet.com