Hijrah dan Kemanusiaan

Administrator - Jumat, 07 Oktober 2016 - 16:15:43 wib
Hijrah dan Kemanusiaan
ilustrasi. resensi

RADARRIAUNET.COM - Salah satu sejarah penting di dalam Islam adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah hingga Madinah, sebagai bagian dari perjalanan politik dan dakwahnya. Dianggap sebagai misi dakwah dan politiknya, sebab bukan hanya untuk menyebarkan misi Islam, melainkan membawa prinsip dasar terkait kepemimpinan untuk membangun sebuah sistem sosial masyarakat di Madinah yang sangat beragam.

Peristiwa hijrah pun tidak hanya dinilai pada aspek sosial keagamaannya, tetapi juga strategi Nabi SAW dalam membangun kultur masyarakat Madinah. Jika bicara secara bahasa, hijrah berarti berpindah atau beralihnya sesuatu ke tempat lain yang lebih baik. Hijrah Nabi SAW menegaskan proses penataan dan peningkatan kehidupan sosial beragama, yang lebih baik secara spiritual maupun material. Oleh karena itu, hijrah menuntut adanya perubahan pada manusia secara spiritual ataupun yang sifatnya materi.

Jika melacak secara historis, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pesan politis untuk membangun kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik dengan cara, yaitu penguatan spiritual masyarakatnya, pengembangan paradigma atau pola pikir masyarakatnya, dan penataan moral masyarakatnya.

Pertama, aspek spiritualitasnya. Mengapa ini menjadi penting dalam momen hijrah? Pertanyaan ini dijawab ketika menengok sejarah Nabi SAW, awal mula sampai di Kota Madinah yang dibangun dan diprioritaskan lebih awal adalah pembangunan rumah ibadah/masjid. Apa simbol dari masjid? Masjid sebagai tempat untuk menyatukan umat lewat penyucian jiwa kepada Tuhannya. Sebab, kesadaran demikian yang dibangun oleh Nabi SAW bahwa awal mula menyatukan umat antara kaum Anshar (pribumi Makkah) dan Muhajirin (imigran Madinah) adalah memperbaiki spiritual dengan pembangunan masjid. Untuk itu, hijrah yang dilakukan untuk menyatukan persatuan dan kebersamaan masyarakat, dengan cara pendirian rumah ibadah yang menyatukan mereka dalam sebuah prinsip dan keyakinan. Sebab, jika ditinjau pada aspek teologis, Allah menegaskan pada QS Al-Taubah (9) 18, "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk".

Kedua, aspek intelektualitasnya, yaitu mengubah pola pikir menjadi lebih baik dan dinamis. Sebab, lagi-lagi sejarah menegaskan bahwa yang dilakukan oleh Nabi SAW setelah pengembangan spiritual masyarakat adalah mendirikan tempat-tempat pendidikan/pengajaran, untuk meningkatkan daya intelektual dan pola pikir masyarakat pada saat itu di Madinah. Mengapa hal ini dilakukan oleh Nabi? Sebab, misi dakwah dan politik yang dikembangkan di Madinah untuk menyatukan dan membangun ide bersama saat kondisi yang dihadapi Nabi SAW ketika itu, bukanlah masyarakat yang rasional dan memiliki daya intelektual tinggi. Oleh karena itu, Nabi SAW memberikan pelajaran bahwa upaya meningkatkan keberlangsungan hidup sebuah masyarakat maka pendidikan menjadi pilar penting.

Ketiga, aspek moralitasnya. Hal ini dirasa penting bagi Nabi SAW. Tidak hanya memperkuat spiritualitas hingga intelektualitasnya, tetapi aspek moral juga menjadi gagasan dan pendekatan yang dibenahi. Apa yang menjadi alasan bahwa pesan dari hijrah adalah pembentukan moral pada sebuah masyarakat? Pertanyaan ini dijawab berdasarkan upaya yang dirumuskan oleh Nabi SAW di Madinah, dengan menciptakan keharmonisan, kedamaian, dan kesejahteraan antara Muhajirin (imigran) dan Anshar (pribumi) yang sangat beragam (agama dan suku). Untuk mewujudkan demikian, Nabi SAW merumuskan bersama para penduduk Madinah sebuah perjanjian bersama yang disebut Piagam Madinah yang terdiri atas 47 pasal di dalamnya. Inti dari perjanjian itu meliputi aspek nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan, sehingga untuk menyatukan sebuah masyarakat atau kelompok di balik sebuah perbedaan (agama, suku dan ras), Nabi SAW memperbaiki moral masyarakat. Hal ini menjadi tujuan utama saat Nabi SAW diutus ke muka bumi untuk menyempurnakan akhlak.

Dengan demikian, peristiwa hijrah Nabi SAW memberikan tiga pesan bahwa menciptakan dan membentuk sebuah masyarakat yang sejahtera, maju, dan rasional setidaknya tiga upaya penting yang perlu dirumuskan, yaitu mulailah dari pembentukan spiritualnya, lalu membentuk karakter dan pola pikir masyarakat dengan pendidikan yang baik dan efektif. Spiritual yang baik dan pendidikan yang efektif akan melahirkan masyarakat bermoral, yang sesuai dengan kultur budaya ataupun agama.

Bahkan, dalam konteks Indonesia, sebagai masyarakat yang multikultural cara demikian menjadi efektif. Masing-masing pemeluk agama menjalankan prinsip dasar ajaran agama dengan baik yang didukung dengan pendidikan yang baik pula, sehingga mampu hidup dalam keberagaman dengan saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Hal ini sangat sejalan dengan nawa cita pendiri bangsa, sebagaimana yang dituangkan dalam lagu Indonesia Raya. "Bangunlah jiwanya bangunlah badannya" yang berarti kemerdekaan ini lahir untuk menyucikan dan memperbaiki masyarakat, baik secara spiritual maupun fisik.


Mabrur Inwan
Dosen Pendidikan Agama Universitas Az-Zahra Jakarta/rol