RADARRIAUNET.COM - Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunda penerapan pungutan provisi sumber daya hutan (PSDH) terhadap komoditas sagu karena dinilai akan menghambat upaya menjadikan sagu sebagai produk andalan.
"Dari informasi yang saya peroleh, dalam waktu dekat akan diberlakukan kebijakan pungutan PSDH Sagu, kebijakan ini kami nilai kontraproduktif karena secara psikologis dapat mengurangi semangat petani mengembangkan sagu. Untuk itu kami harapkan kebijakan ini ditinjau ulang," ujar Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan keberatan pemerintah daerah tentang penerapan kebijakan pungutan PSDH sagu itu sudah disuarakannya kepada Badan Restorasi Gambut (BRG) yang kini sedang mendorong penggunaan sagu sebagai tanaman lokal dalam dalam mitigasi kebakaran dan peningkatan penghidupan masyarakat pada lahan gambut.
Irwan meminta demi mempertahankan dan menyemangati petani sagu yang menjadi komoditas unggulan Meranti, kebijakan terkait Pungutan PSDH sagu yang akan akan diberlakukan KLHK agar dievaluasi atau ditunda.
Meskipun secara umum kebijakan tersebut akan memberikan dampak positif bagi pemasukan keuangan negara, lanjutnya, namun di sisi lain kurang menguntungkan bagi para petani sagu, khususnya yang berada di Kepulauan Meranti yang sedang bersemangat mengembangkan sagu.
Bupati khawatir kebijakan itu justru berdampak secara psikologis kepada petani untuk lebih giat mengambangkan sagu. Kepulauan Meranti kini memiliki sekitar 300.000 hektare tanaman sagu, mayoritas ditanam masyarakat secara turun-temurun. Ada juga perusahaan besar seperti PT. National Sago Prima yang merupakan anak usaha PT. Sampoerna Agro Tbk.
Menurut dia, jika pungutan PSDH sagu diterapkan, bukan saja mempengaruhi program pemerintah yang tengah gencar mengupayakan pengembangan sagu sebagai alternatif pangan nasional, namun juga mempengaruhi kesejahteraan petani sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Dan parahnya lagi, ini berpotensi dapat menggagalkan upaya pelestarian lahan gambut, dimana sagu menjadi salah satu komoditas unggulan Meranti yang berperan penting menyelamatkan lingkungan karena mampu menjaga sumber daya air," ujarnya.
"Saat ini saja sudah sulit untuk mendorong petani mengembangkan sagu, apalagi jika diberlakukan pungutan PSDH, tentu akan menurunkan semangat petani untuk terus mengambangkan sagu dimasa datang," lanjut Irwan.
Ia menilai belum saatnya aturan pungutan PSDH untuk sagu diberlakukan karena waktunya belum tepat, baik ditinjau dari segi psikologis petani maupun kesejahteraannya. "Waktunya belum tepat, saya minta ditunda dulu sampai sagu bisa diterima sebagai komoditi alternatif pangan nasional, dan dimanfaatkan untuk berbagai produk serta memiliki harga bagus dipasaran," harapnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Fadrizal Labay mengatakan Kementerian LHK mengatur penerapan PSDH untuk komoditas sagu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. "Kalau (sagu) jadi hasil hutan bukan kayu, tentu iya kena (pajak)," ujar Labay.
Ia mengatakan besaran PSDH untuk sagu dijelaskan pada PP Nomor 12 tahun 2014 tepatnya dilampiran II B.12 untuk kelompok lain-lain. "Sagu dikenakan per kilogramnya sebesar enam persen dari harga patokan," kata Fadrizal Labay.
ant/fn/radarriaunet.com