RADARRIAUNET.COM - Maraknya berita kekerasan dan tragedi kemanusiaan seperti pengeboman oleh teroris yang terjadi belakangan ini rupanya tak hanya meresahkan, tetapi juga sanggup mempengaruhi kondisi psikologis penontonnya, apalagi pada anak-anak.
Sudah banyak riset yang mengemukakan dampak dari tayangan berita kekerasan semacam ini. Sebagian besar menyebut, baik anak-anak maupun orang dewasa merasakan dampak psikis serupa. Akan tetapi pada orang dewasa, menonton tayangan kekerasan di televisi hanya memberikan dampak jangka pendek, sedangkan pada anak-anak bisa lebih panjang.
Bahkan dalam sebuah penelitian terbaru terungkap, dampaknya akan lebih buruk pada anak 'berbakat'. Definisi berbakat di sini adalah mereka yang mempunyai inteligensia tinggi berdasarkan hasil tes terstandar yang dilakukan peneliti.
Secara umum, anak-anak seperti ini merasakan banyak keuntungan seperti daya ingat, kemampuan bersosialisasi serta kreativitas yang tinggi. Tetapi di sisi lain, mereka juga memiliki sensitivitas atau kepekaan emosional yang juga tinggi.
Lantas sepeka apa mereka? Seperti dikutip dari media internasional, (2/8/2016), untuk mengetahui hal ini, peneliti membandingkan 74 anak 'berbakat' dengan 70 anak yang 'kurang berbakat' dari Turki. Penelitian dilakukan di tahun 2015, dalam kurun setengah tahun dan rata-rata partisipan berumur 10 tahun.
Masing-masing partisipan diminta melakukan dua tes verbal, yang diberi jeda dengan menonton sebuah video. Di tes pertama, partisipan diminta menyebutkan kosakata yang dimulai dengan huruf A, L, M, S, C, E, B dan H, sedangkan di tes kedua, partisipan harus menyebutkan kosakata yang dimulai dari huruf I, D, N, O, F, K dan T. Mereka hanya diberi waktu satu menit untuk menyebutkan kosakata sebanyak mungkin.
Kemudian di antara kedua tes itu, partisipan diminta menonton film kartun, yang satu mengandung tindak kekerasan seperti serial kartun yang bertema pertempuran atau peperangan, satunya lagi tidak.
Secara mengejutkan, anak 'berbakat' mendapatkan pengaruh negatif yang lebih besar dari tayangan tersebut, meskipun bentuknya hanya berupa kartun atau animasi.
Terbukti dari hasil tes verbal yang mereka lakukan. Anak 'berbakat' cenderung lebih banyak menyebutkan kosakata di tes pertama ketimbang tes kedua, terutama jika mereka baru saja diperlihatkan serial kartun yang mengandung adegan kekerasan. Di sisi lain, ketika diperlihatkan video kartun biasa, mereka mampu menyebutkan kosakata lebih banyak lagi.
Menanggapi studi ini, American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar orang tua membatasi anak menonton televisi, utamanya memilah-milah secara bijak tayangan mana yang bisa ditonton anak-anak dan mana yang tidak, atau mengurangi paparan media sosial.
Apalagi pakar lain memperingatkan, tayangan kekerasan di media massa, baik yang riil maupun tidak, mampu menyebabkan munculnya mimpi buruk, gangguan tidur dan menambah kecemasan pada anak.
dtc/fn/radarriaunet.com