RADARRIAUNET.COM - Di era teknologi seperti sekarang, anak semakin mudah mengakses informasi, baik di media elektronik maupun internet dan menggunakan media sosial. Kemudahan akses tersebut, tidak bisa dimungkiri membuat anak rentan ikut-ikutan tren terbaru, mulai soal gaya busana hingga makanan yang tengah populer.
Sayangnya makanan yang diperkenalkan umumnya yang berjenis junkfood, sebut saja doughritto atau buritto yang dikombinasikan bersama donat, ada juga sushi donat, ramen burger dan lain sebagainya. Bukan hanya namanya yang 'catchy', penampakan yang menggiurkan semakin membuat anak tergoda mencoba makanan-makanan baru tersebut.
Studi 'Who's Feeding The Kids Online' menunjukkan bagaimana anak-anak 'dimanipulasi' dengan taktik berbasis emosional dan hiburan, oleh pengusaha kuliner. Laporan yang dilakukan oleh Irlandia Heart Foundation, menunjukkan perusahaan-perusahaan menggunakan Facebook dengan fitur 'suka', 'tag', komentar, foto, link, dan tagar untuk mempromosikan produk mereka. Taktik ini dikatakan untuk mengundang daya tarik anak-anak dan remaja.
"[Mereka] memiliki grafis yang berani dan visual yang kual, persaingan, penekanan kuat pada humor, kesenangan, dan promosi khusus, link ke acara hiburan, festival, olahraga, dan acara lainnya, kemudian secara teratur menampilkan bintang olahraga atau selebriti populer dengan anak-anak," kata seorang peneliti, dilansir dari Irish Independent.
Penelitian yang dipimpin oleh psikolog anak dan peneliti, Dr Mimi Tatlow-Golden, menunjukkan teknik pemasaran digital yang canggih ini mengarahkan anak-anak untuk menyukai makanan dan minuman 'bermerek'. Laporan ini pun menyerukan peraturan baru yang tegas untuk melindungi kesehatan anak-anak dengan membatasi pemasaran digital makanan dan minuman yang tidak sehat untuk mereka.
"Kami tahu bahwa pemasaran produk tinggi lemak, gula atau garam memainkan peran kausal dalam obesitas. Itulah mengapa ada beberapa pembatasan iklan televisi untuk anak-anak, meski masih banyak ribuan iklan makanan yang dilihat anak-anak," katanya. Oleh karena itu, Tatlow-Golden menganjurkan agar orangtua menyeleksi secara ketat pariwara yang bisa diakses anak-anak.
Tidak hanya itu, orangtua juga harus lebih kritis terhadap cara pemasaran produk bagi anak-anak belakangan ini. Hal tersebut dibuktikan lewat survei online yang menunjukkan orangtua masih abai dengan tayangan televisi yang bisa ditonton anak, terutama soal pariwara.
"Pada akhirnya, tiga-perempat dari orang tua yang disurvei sangat menentang pemasaran digital dari produk yang tidak sehat untuk anak-anak. Namun itu, setelah mereka diberi edukasi tentang cara pemasaran halus masa kini,” tutur Tatlow-Golden.
cnn/radarriaunet.com