Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Pajak Kembali Menguat

Administrator - Selasa, 03 Mei 2016 - 17:09:13 wib
Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Pajak Kembali Menguat
Wacana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu dengan membentuk Badan Penerimaan Perpajakan terakhir kali berembus pada Agustus 2015 lalu. cnn
RADARRIAUNET.COM - Rencana pemerintah membentuk Badan Penerimaan Perpajakan kembali menguat. Wacana memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi dibawah Presiden langsung sebelumnya dinilai efektif menggenjot penerimaan pajak yang dalam beberapa tahun terakhir selalu meleset dari target.
 
Ketua Komite Pengawas Perpajakan Daeng M. Nazier memberi sinyalemen pemerintah terus mematangkan pembentukan Badan Penerimaan Perpajakan. Hal tersebut bisa terlihat dari langkah Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menerbitkan Peraturan Nomor 63/PMK.09/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 54/PMK.09/2008 tentang Komite Pengawas Perpajakan. 
 
“PMK tersebut bukan membatasi wewenang dan tugas kami, justru sekarang lebih luas karena terkait dengan transformasi DJP menjadi Badan Penerimaan Perpajakan,” kata Nazier ketika dihubungi, Selasa (3/5).
 
Ia menuturkan, sebelumnya komite yang dipimpinnya hanya mengawasi tugas dan fungsi DJP. Namun dengan PMK terbaru yang diteken Menteri Keuangan pada 26 April 2016 tersebut, komite justru diberi wewenang tambahan untuk mengawasi seluruh proses perumusan kebijakan pajak yang ditangani Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan DJP.
 
“Dulu kami tidak bisa bicara apakah target pajak naik atau turun, sekarang kami bisa memberi masukan terkait itu. Sebelumnya kami hanya mengawasi administrasi pajak saja, sekarang kami bisa bicara sebaiknya tarif pajak tertentu naik atau turun berdasarkan kajian kami sendiri atau masukan masyarakat,” tegasnya.
 
Wacana pemisahan DJP dari Kemenkeu dengan membentuk Badan Penerimaan Perpajakan sendiri terakhir kali berembus pada Agustus 2015 lalu ketika DJP masih dipimpin oleh Sigit Priadi Pramudito.
 
Sigit ketika itu menyatakan pemerintah telah menyiapkan Amanat Presiden (Ampres) agar DPR segera memasukkan agenda pembahasan Badan Penerimaan Perpajakan ke dalam pembahasan amandemen Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
 
“Targetnya per Januari 2017, DJP resmi ganti baju jadi Badan Penerimaan Pajak,” kata Sigit ketika itu.
 
Namun dalam perkembangannya, pemerintah justru lebih mengedepankan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) bersama DPR dan sama sekali belum memulai pembahasan amandemen UU KUP yang menjadi landasan hukum pembentukan badan tersebut.
 
Tax Amnesty
 
Nazier menambahkan, diubahnya tugas dan wewenang Komite Pengawas Perpajakan tidak ada kaitannya dengan semakin dekatnya pengesahan RUU Tax Amnesty oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
 
“Tidak ada kaitannya dengan tax amnesty. PMK diterbitkan karena Menteri merasa perlu kami membantu mengawasi kebijakan perpajakan dan kedua terkait transformasi Badan Penerimaan Perpajakan,” tegasnya.
 
Sementara terkait dimasukkannya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan ke dalam struktur keanggotaan tetap Komite Pengawas Perpajakan, Nazier menilai hal tersebut merupakan hak dari seorang menteri.
 
“Sekjen itu kan tangan kanan Menteri yang tahu produk hukum yang ada. Sekjen bisa jadi katalisator, ketika komite mengevaluasi kebijakan maka dia bisa menjelaskan dari sudut pandang menteri. Sebaliknya, hasil kajian komite bisa dikomunikasikan ke menteri dengan lebih cepat melalui Sekjen ini,” kata Nazier.
 
 
 
alex harefa/cnn/ dewi