Takjil Ramadhan di Riau Cuma 84 Persen yang Layak Konsumsi

Administrator - Rabu, 08 Juni 2016 - 10:48:36 wib
Takjil Ramadhan di Riau Cuma 84 Persen yang Layak Konsumsi
pedagang takjil diminta menjual makanan layak konsumsi. rci

RADARRIAUNET.COM - Hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Riau, dari 371 sampel diambil dari para penjual takjil, sebanyak 84 persen telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Pengujian dilakukan di 28 pasar di 6 Kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Aneka penganan dan takjil memang menjadi favorit saat bulan puasa Ramadhan. Sebut saja, bakwan, pastel, es cendol, mie, dan kue-kue basah sangat mudah ditemukan di pasar-pasar Ramadan. Bagaimana pendapat masyarakat terkait kesehatan pada makanan dan minuman tersebut.

Dita, salah seorang mahasiswi di Panam, Pekanbaru mengaku sering membeli takjil tersebut. "Di Panam cukup mudah menemukan takjil. Pasar Ramadan juga cukup banyak di sekitaran kampus," sebut mahasiswi jurusan Sosiologi ini kepada awak media, Minggu (5/6/2016).

Es cendol dan kurma menjadi favorit bagi Dita, angkatan 2015 di Universitas Riau (UR) ini. Baginya tak perlu repot memasak-masak karena sudah banyak yang menjual takjil lagi pula harganya miring.

"Gak sampai Rp10 ribu sudah dapat cendol. Kalau buat sendiri tentu modalnya mahal bagi anak kos, seperti saya," ucap Dita.

Selain pembeli, penjual pun mengetahui bahan berbahaya pada makanan ini. Rudi seorang pedagang cendol keliling menyebutkan kalau bahan pengawet memang biasa ditambahkan pada makanan.

"Namanya orang jualan biasalah pakai bahan pewarna, nggak alami," sebut pedagang yang saban harinya berjualan keliling Panam ini.

Bulan puasa kali ini, Rudi menyebut akan berjualan cendol sore hari di pasar Ramadhan arah Tarai Bangun. Sehari ia menyebut bisa menjual 50 bungkus cendol dengan harga Rp7 ribu per bungkus.

"Saya pakai bahan pewarna juga. Tapi sedikit saja, kalau terlalu banyak tentu nggak bagus buat kesehatan," sebut bapak 2 anak ini.



Hasil Sampel

Masalah bahan pewarna, pengawet dan berbagai bahan tambahan pada makanan memang sudah jadi persoalan klasik. Meski sudah lama, masih ada saja temuan BPOM Riau seputar bahan berbahaya ini.

"Kami sudah turun ke 6 Kabupaten/Kota di Riau untuk meneliti  bahan kandungan berbahaya pada makanan. Dengan menguji 371  sampel, masih ditemukan yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi," ungkap Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan dan Penyidikan BBPOM Riau, Adrizal, saat diskusi dengan wartawan di Aula Dinas Kesehatan Provinsi Riau, di akhir pekan.

Dijelaskan Adrizal, pengujian sampel selain di Pekanbaru dilakukan di Kabupaten Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu (Inhu), Indragiri Hilir (Inhil), Rokan Hilir (Rohil), dan Siak. Pengujian dilakukan pada 28 pasar yang ada di 6 daerah tersebut.

"Dari hasil pengujian di 28 tempat tersebut, BBPOM uji 371 sampel di 313 sampel (84 persen) memenuhi syarat, dan 58 sampel (16 persen) tidak memenuhi syarat," ungkap Adrizal.

Dari 58 sampel tersebut kebanyakan mengandung bahan berbahaya Rhodamin B sebanyak 86 persen. Sedangkan borak ditemukan sebanyak 55 dan formalin ada 9 persen dari 58 sampel tersebut.

"Rhodamin B banyak ditemukan di es cendol, es bubur sagu, cendol mutiara, terasi merah, cincaluk, agar, dan es doger. Sementara boraks ditemukan di mie kuning basah, formalin terdapat di tahu dan ikan," rinci Adrizal.

Bahan berbahaya pada makanan tersebut bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang pada tubuh. Seperti kerusakan pada hati atau kanker.

Makanan berbahaya ini seharusnya disita BPOM. "Namun dalam prakteknya, tidak selalu bisa disita karena pedagang juga bersikukuh mempertahankan barang jualannya," kata Adrizal.

Menurut Adrizal lagi, tak semua pedagang mau barangnya disita. Dengan alasan ekonomi mereka nekat menghadang petugas. "Biasanya kalau seperti ini kami akan beri peringatan. Tidak boleh dijual lagi makanan berbahaya ini, jika kedapatan lagi maka akan disita dan tidak ada alasan lagi," jelas Adrizal.

Selain BBPOM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Riau juga aktif melakukan pengawasan terhadap takjil berbahaya ini. Sidak sering dilakukan agar peredaran makanan berbahaya ini tidak beredar di pasaran.

"Bulan puasa ini banyak yang jualan takjil. Kami sudah menjadwalkan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke pasar-pasar ramadhan bekerjasama dengan BBPOM, " ungkap Kepala Disperindag Riau, M. Firdaus.

Sidak menurut Firdaus, makanan berbahaya akan disita. Selain itu juga dilakukan persuasif (bujukan) agar pedagang tidak lagi menjualnya.

"Jika masih juga, maka bisa dipidanakan. Karena menjual makanan yang mengandung bahan berbahaya bisa mengancam kesehatan dan jiwa orang lain," sebut Firdaus.


hal/fn/radarriaunet.com