RADARRIAUNET.COM: Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WS) resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Wahyu diduga menerima uang suap senilai Rp 600 juta terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, dilansir detik.com, Kamis (9/1).
Berikut ini 4 tersangka yang ditetapkan tersebut, sebagai penerima suap yakni Wahyu Setiawan, Komisioner KPU, Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu Setiawan yang juga mantan anggota Badan Pengawas Pemilu.
Sedangkan yang diduga sebagai pemberi suap adalah, Harun Masiku, calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP daerah pemilihan Sumatera Selatan dan Saeful, berprofesi sebagai karyawan swasta.
Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam pergantian antarwaktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun, dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
KPK menyebut komisioner KPU Wahyu Setiawan diduga menerima total duit suap Rp 600 juta untuk memuluskan permintaan Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR pengganti antarwaktu (PAW). Ada dua kali pemberian duit ke Wahyu Setiawan. Salah satu pemberi duit suap masih ditelusuri.
"Aliran Rp 400 juta akan didalami di penyidikan ini karena masih tahap penyelidikan awal. Ini baru kita dalami," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar kepada wartawan dalam jumpa pers di gedung KPK.
Untuk memuluskan penetapan anggota DPR PAW, ada dua kali pemberian ke komisioner KPU Wahyu Setiawan. Pertama pada pertengahan Desember 2019. Wahyu Setiawan menerima uang lewat orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina (ATF), sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat belanja di Jaksel.
Kedua, pada akhir Desember 2019, Harun Masiku memberikan uang Rp 450 juta ke ATF. Duit Rp 400 juta ditujukan untuk Wahyu Setiawan dan masih disimpan ATF.
"Pada Rabu 8 Januari 2020, WSE Komisioner KPU meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh ATF. Tim menemukan dan mengamankan barang bukti Rp 400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk dolar Singapura," sambung Lili.
Geledah kantor DPP PDI-P
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi dikabarkan menggeledah kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI-P di Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (9/1), terkait penyelidikan dalam penangkapan komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Namun PDI-P menuding KPK tak punya bukti yang kuat untuk menggeledah kantor partai politik pemenang pemilu tersebut.
Mengenai kadernya yang diduga terkait dalam penangkapan terhadap Wahyu, DPP PDI-P mempersilakan KPK melakukan proses hukum terhadap caleg PDI-P dari dapil Sumatera Selatan I, Harun Masiku. Hingga saat ini DPP PDI-P masih belum mendapat kabar terkait keterlibatan anggota staf Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto berinisial D dan S dengan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu.
Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, DPP PDI-P tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan terkait proses OTT Harun Masiku yang diduga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
”Kami tidak akan melakukan intervensi, siapa pun yang bersalah akan diberikan sanksi tegas. Oknum-oknum ini tidak mewakili partai karena yang mereka lakukan merupakan perbuatan individu,” katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, dilansir Kompas.com, Kamis (9/1).
Djarot mengatakan, kasus yang menimpa Harun diduga terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) terhadap caleg PDI-P, Nazarudin Kiemas, yang meninggal pada Maret 2019.
Meski telah meninggal, Nazarudin mendapat suara terbanyak pada pileg 2019.
Setelah itu, posisinya diisi oleh caleg PDI-P lain, Rizky Aprilia, yang kemudian dilantik menjadi anggota Komisi IV DPR. Kasus suap yang dilakukan oleh Harun diduga untuk menggeser Rizky dari posisinya di Komisi IV DPR.
”Kalau PAW, mekanismenya selalu diadakan rapat di DPP PDI-P, lalu ada bentuk-bentuk penugasan khusus. Kami selalu mengikuti prosedur yang ada dan kami tidak akan melanggar proses itu,” ujarnya.
Sementara itu, terkait keterlibatan dua anggota staf Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto berinisial D dan S dalam kasus OTT ini, Djarot masih belum mendapat informasi terkait hal itu. Ia pun mengatakan, penggeledahan yang dilakukan KPK di ruangan Hasto tidak sesuai dengan prosedur.
”Informasinya, penggeledahan di ruangan tersebut tidak dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat. Selain itu, tidak memenuhi prosedur karena tidak ada surat izin penggeledahan,” katanya.
Djarot mengatakan, kasus OTT ini juga tidak akan mengganggu pelaksanaan rakernas PDI-P yang akan berlangsung pada 10-12 Januari 2020 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Ia akan mempersilakan penegak hukum mengurai kasus ini dan meminta agar KPU segera membenahi sistem.
”Harus ada pembenahan sistem agar KPU bisa siap menghadapi pilkada 2020. KPU pun juga perlu melakukan introspeksi diri,” ujarnya.
RR/dtc/kps/zet