RadarRiau.net | Cirebon — Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Cirebon menyoroti serius persoalan darurat pendidikan menyusul masih tingginya angka Anak Tidak Sekolah (ATS) di wilayah tersebut. Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber serta temuan langsung di lapangan, tercatat sebanyak 3.252 anak usia sekolah di Kota Cirebon tidak mengakses pendidikan formal.
Fenomena ini disebut sebagai "krisis sunyi" oleh PSI. “Kota Cirebon tidak kekurangan anggaran, tetapi bisa jadi kekurangan kepekaan. Ini bukan hanya soal pendidikan, ini soal kehilangan masa depan satu generasi,” tegas Hasratman Harefa, S.Psi, Bendahara DPD PSI Kota Cirebon, dalam keterangan pers, Senin (4/8/2025).
PSI menilai bahwa ATS bukan hanya sekadar masalah sektor pendidikan, tetapi juga merupakan indikator ketimpangan sosial, kemiskinan struktural, serta minimnya akses terhadap pelayanan publik. “Masalah ini multidimensi. Anak-anak ini terputus dari pendidikan karena terjebak dalam kemiskinan, keterbatasan fasilitas, dan kurangnya intervensi nyata dari pemerintah,” lanjut Bro Hasrat.
Tuntutan PSI: Empat Langkah Konkret Pemerintah
PSI mendorong Pemerintah Kota Cirebon agar segera mengambil langkah-langkah darurat, meliputi:
1. Pemetaan akurat terhadap jumlah dan lokasi ATS di tiap kelurahan.
2. Program pendidikan alternatif, seperti Sekolah Rakyat atau Kelas Komunitas bagi anak-anak yang tak lagi bisa kembali ke sekolah formal.
3. Kemitraan aktif dengan LSM dan komunitas lokal untuk pendampingan langsung.
4. Bantuan sosial langsung kepada keluarga miskin ekstrem yang menjadi akar utama putusnya akses sekolah anak-anak.
“Jika negara lambat bergerak, kami siap bergerak lebih cepat. Semua anak Cirebon berhak bermimpi, dan pendidikan adalah pintu pertamanya,” tegas Bro Hasrat.
PSI menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan—pemerintah kota, satuan pendidikan, keluarga, hingga komunitas masyarakat—untuk menjadikan isu ATS sebagai prioritas lintas sektor. Tanpa tindakan segera, ribuan anak Kota Cirebon terancam kehilangan hak dasarnya untuk belajar, tumbuh, dan bermimpi.
“Masa depan tak bisa menunggu. Ini bukan lagi soal data, ini soal keberpihakan kita sebagai bangsa.”
[]