RADARRIAUNET.COM - Pihak penggugat yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) tengah menyiapkan dokumen dalam bentuk opini hukum untuk gugatan pencemaran lingkungan terkait reklamasi di Teluk Jakarta.
Gugatan itu bakal dilakukan seandainya Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta benar telah mengabulkan permohonan banding Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.
Tigor Hutapea, pengacara dari LBH Jakarta yang juga kuasa hukum KSTJ mengatakan, putusan PT TUN tersebut tak akan menghentikan perlawanan penggugat terhadap pelaksanaan reklamasi.
Dokumen gugatan tersebut nantinya berisi laporan adanya tindak pidana pencemaran dan kerusakan lingkungan. KSTJ akan mengajukan gugatan itu ke pengadilan negeri dalam bentuk gugatan perdata.
"Kami siapkan bahan untuk meyakinkan para pihak dalam proses pelaporan," kata Tigor, Jumat (21/10) di Jakarta.
Menurut Tigor, selain kerusakan dan pencemaran lingkungan, reklamasi di Pulau G juga bermasalah secara hukum menyusul sanksi administratif yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada pihak pengembang, beberapa waktu lalu.
KSTJ hingga saat ini mengaku belum menerima putusan PT TUN yang mengabulkan permohonan banding Pemprov DKI Jakarta. Padahal, kata Tigor, sesuai Undang-undang Mahkamah Agung, pengadilan wajib mengirimkan salinan putusan pada para pihak yang berperkara.
"Saat ini kami masih menunggu pemberitahuan resmi dari pengadilan. Kami belum menerima," tuturnya.
Pernyataan itu berbalik dengan keterangan dari Pemprov DKI yang mengaku telah menerima putusan banding tersebut. Akan tetapi Tigor meragukan klaim Pemprov DKI Jakarta.
"Saya tidak tahu mereka (pemprov) menerima salinan putusan dari mana. Mestinya pihak yang berperkara dapat semua," katanya.
Reklamasi Proyek Koruptif
Proyek reklamasi di Teluk Jakarta juga diduga sarat praktik koruptif. Ketua Bidang Hukum dan Pengembangan Nelayan KNTI Marthin Hadiwinata mencurigai adanya upaya suap pada hakim PT TUN yang memutus perkara ini.
Kecurigaan itu dilatari oleh rekam jejak memutus permohonan banding Pemprov DKI Jakarta. Dari hasil penelusuran, Marthin menyebut sang hakim pernah memenangkan kasus yang memiliki dampak merugikan bagi lingkungan.
"Secara etik hakim bermasalah. Ini juga harus diawasi," kata Marthin.
cnn/radarriaunet.com