RADARRIAUNET.COM - Langkah Polda Riau menerbitkan Surat Penghentian Penyelidiakan/ Penyidikan Perkara (SP3) terhadap 11 dari 18 perusahaan yang melakukan pembakaran lahan dan hutan (Karlahut) tahun 2015 tuai kritikan dari Komisi A DPRD Riau.
"Ini menjadi bukti bahwa hukum kita tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Meskipun dengan alasan tidak memenuhi syarat ataupun tidak cukup alat bukti, tidak ada unsur kesengajaan dan lainnya," kata Sugianto, anggota Komisi A kepada wartawan, Rabu (20/07/16).
Atas persoalan tersebut, politisi PKB ini menyebut, kasus Karhutla di Riau tidak akan tuntas. Persoalan ini menurutnya bisa menciderai kepercayaan masyarakat terhadap instansi kepolisian. "Lagi-lagi kepercayaan masyarakat terhadap hukum diciderai, baik itu yang di SP3 kan maupun yang divonis bebas saat persidangan, hasilnya 0,0 semua. Tidak sebanding dengan uang yang dikeluarkan untuk menangani kasus, ataupun untuk memadamkan api ketika sudah terjadi Karlahut," ungkapnya.
Lebih lanjut anggota DPRD Riau dari Dapil Siak-Pelalawan ini berharap, dengan dilantiknya Kapolri baru agar bisa menjalankan instruksi presiden dalam menjadikan hukum di Indonesia, lebih baik ke depannya.
Polda Riau beralasan karena lahan tersebut banyak yang bersengketa dengan masyarakat. Sehingga disimpulkan, mayoritas kasusnya adalah perorangan, bukan koorporasi.
Ini ditegaskan langsung oleh Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela didampingi Wadirkrimsus AKBP Ari Rahman saat konfrensi Pers, Rabu (20/7/2016) siang. "Rata-rata, dari 15 perusahaan ini lahannya adalah area sengketa, bahkan ada yang sudah bertahun-tahun tidak beroperasi," jawabnya.
"Setelah kita cek bersama saksi ahli dan penyidik di lapangan, titik yang terbakar itu ternyata tidak dikuasai oleh perusahaan, melainkan masyarakat setempat. Misalnya dari 10 ribu hektar ada 3 ribu hektar yang tidak dikuasai. Di sanalah titik kebakarannya," tampik Rivai.
Dari fakta di lapangan ini polisi pun menelusuri siapa pemiliknya. "Kita dalami dan ternyata masyarakat tidak tahu siapa pemiliknya alias lahan liar. Dari 15 kasus ini banyak yang tidak memenuhi unsur (hukum, red) dan patut kita lakukan penghentian (SP-3).
"Jadi kami bertindak, prosesnya panjang sekali. Jadi tidak ada Polda Riau tutup-tutupi tentang SP-3. Malahan bukan 11 perusahaan, kami jelaskan ada 15. Jangan sampai menduga kasus yang ditangani Polda khususnya Krimsus dibebaskan," jawabnya menepis tudingan polisi 'main mata' dalam SP-3 tersebut.
Lalu, apakah ini tidak masuk unsur kelalaian dari perusahaan? "Begini, unsur kelalaian bisa dijeratkan apabila perusahaan ini tidak memiliki standarisasi pemadaman dan mengabaikan saat kebakaran alias tidak ada upaya. Nah itu tidak terjadi," bebernya.
"Meski bukan lahan yang dikuasai, perusahaan tetap berupaya memadamkan dan menghubungi Satgas. Pada tahun 2015 akhir, tim Supervisi dari Kepresidenan juga sudah turun kesemua perusahaan ini mengecek langsung alat antisipasi pemadaman mereka, dan itu lengkap," ungkap Rivai.
Terpisah, Kepala Sub-Direktorat IV Reskrimsus, AKBP Hariwiyawan Harun mengungkapkan, pihaknya terus bekerja dalam meringkus para pelaku pembakar lahan. "Sejak Januari sampai sekarang, sudah 78 orang kita tetapkan sebagai tersangka," terangnya kepada awak media.
Dari jumlah itu, 38 kasus di P-21 kan alias sudah lengkap dan satu perkara dihentikan penyidikannya lantaran pelaku sakit jiwa. "Ungkap kasus terbanyak di Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti dan Rohil. Dengan total luas lahan yang dipadamkan seluas 387, 985 hektar," pungkasnya.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengaku sudah mendengarkan keterangan langsung dari Kapolda Riau Brigjen Pol Supriyanto terkait diterbitkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terhadap 15 perusahaan yang sebelumnya diduga telah membakar lahan.
"Saya sudah mendengar laporan itu dari Kapolda. Saya akan secara khusus berbicara dengan Kapolda Riau dan Kapolri. Saya sekarang tidak tahu apakah memang karena tidak ada faktor pidananya atau karena memang sulit menemukan pelakunya," kata Teten usai menghadiri rapat evaluasi Karlahut di Lanud Roesmin Nurjadin, Kamis (21/7/16).
Disebutkannya, persoalan Kebakaran Lahan dan Hutan (Karlahut) khusus di Riau memang menjadi perhatian oleh Presiden RI Joko Widodo. Namun menurutnya untuk membuat efek jera sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan cara lain tidak melulu dengan menggunakan pidana.
Namun paparnya, presiden telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk memberikan perhatian khusus pada proses law enforcement. "Tapi beginilah, law enforcement kan tidak hanya dari pidana saja. Bisa diefektifkan, katakanlah bisa dilakukan pada administrasi dan perizinan," sebutnya.
Adapun 11 perusahaan yang dihentikan perkaranya oleh Polda Riau yakni, PT Bumi Daya Laksana, PT Siak Raya Timber, PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Hutani Sola Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan dan KUD Bina Jaya Langgam (HTI) dan perusahaan sawit: PT Pan United, PT Riau Jaya Utama, PT Alam Lestari, PT Parawira dan PT Langgam Inti Hibrindo (korporasi).
teu/rtc/grc/radarriaunet.com