Hutan Gundul dan Perubahan Iklim Diduga Kuat Picu Banjir Bandang Parapat, Tim Ekspedisi Temukan Bukti Longsor Besar di Simarbalatuk

Administrator - Senin, 24 Maret 2025 - 21:09:56 wib
Hutan Gundul dan Perubahan Iklim Diduga Kuat Picu Banjir Bandang Parapat, Tim Ekspedisi Temukan Bukti Longsor Besar di Simarbalatuk

RadarRiaunet | Parapat – Banjir bandang yang melanda Kota Parapat pada 16 Maret 2025 lalu, diduga kuat dipicu oleh longsor besar di kawasan hutan Simarbalatuk. Kesimpulan ini didapatkan oleh Tim Ekspedisi Banjir Bandang Parapat, yang terdiri dari akademisi, rohaniawan, dan aktivis lingkungan dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, setelah melakukan penelusuran langsung ke lokasi kejadian.
Penelusuran dan Temuan Lapangan.

Tim ekspedisi memulai penelusuran dari hutan Bangun Dolok, menyusuri aliran Sungai Batu Gaga yang menjadi jalur utama banjir bandang. Di sepanjang perjalanan, tim menemukan aktivitas perladangan masyarakat dengan sistem agroforestri yang masih mempertahankan keberadaan pohon-pohon alam. Namun, perhatian utama tim tertuju pada kawasan hutan Simarbalatuk, yang berada di ketinggian 1.100-1.200 meter di atas permukaan laut.
Di lokasi ini, tim menemukan alur longsor yang sangat besar, mencapai ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut, dengan panjang sekitar 300-404 meter, lebar 4-5 meter, dan kedalaman 3-4 meter. Material longsor terdiri dari batu-batu besar, sedang, dan kecil yang bercampur dengan tanah liat dan lapisan tanah gembur. Tim juga menemukan banyak pohon besar dan kecil yang tumbang dan melintang di sepanjang alur longsor. "Alur longsor ini tidak mengikuti aliran sungai atau anak sungai yang sudah ada. Ini adalah aliran baru yang terbentuk akibat longsor, dan akhirnya menyatu dengan Sungai Batu Gaga," ujar salah satu anggota tim ekspedisi.

Tim ekspedisi menyimpulkan bahwa longsor di Simarbalatuk adalah penyebab utama banjir bandang di Parapat. Jarak yang relatif dekat antara titik longsor dan jembatan Sungai Batu Gaga, sekitar 2,16 kilometer, memperkuat dugaan bahwa material longsor terbawa arus sungai dan menyebabkan banjir bandang.

Meskipun kondisi hutan di sekitar titik longsor masih cukup baik, tim ekspedisi menduga bahwa longsor dipicu oleh berkurangnya daya dukung lingkungan di kawasan tersebut. Hal ini diperkuat oleh hasil riset KSPPM, AMAN Tano Batak, Auriga Nusantara, dan JAMSU yang menunjukkan adanya penurunan signifikan luas hutan alam seluas 6.503 hektar dalam 20 tahun terakhir di lima kecamatan sekitar Parapat.
"Alih fungsi hutan menjadi perkebunan monokultur, seperti kebun kayu eukaliptus, telah mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap air hujan. Curah hujan yang tinggi, seperti yang terjadi sebelum banjir bandang, semakin memperparah kondisi ini," jelas anggota tim ekspedisi.
Dampak dan Rekomendasi
Banjir bandang di Parapat bukan kejadian pertama. Bencana serupa telah berulang kali terjadi, menunjukkan adanya masalah sistemik dalam pengelolaan ekosistem di kawasan tersebut. Tim ekspedisi mengkhawatirkan potensi terjadinya banjir bandang susulan akibat material longsor yang masih tersangkut di area longsor.

Untuk mencegah bencana serupa di masa depan, tim ekspedisi merekomendasikan beberapa langkah penting:
* Pembersihan material longsor yang masih tersangkut di area longsor.
* Moratorium penebangan hutan alam dan evaluasi aktivitas perusahaan yang berkontribusi terhadap degradasi hutan.
* Restorasi ekosistem dengan penanaman kembali kawasan hutan yang kritis, dengan jenis tanaman yang dapat menopang kestabilan tanah.
* Pengetatan kebijakan pengelolaan hutan dan komitmen kuat pemerintah untuk menjaga kelestarian hutan.
"Pemerintah harus segera mengambil tindakan nyata untuk mencegah bencana ekologis yang lebih besar di masa depan. Keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan," tegas anggota tim ekspedisi.
Parapat, 24 Maret 2025.

Tim Ekspedisi: Pdt. Jurito Sirait (Pendeta), Dr. Dimpos Manalu (Akademisi); Rocky Pasaribu, Iwan Samosir, Bona, Darma, Susi Halawa, Delima Padang, Lambok, Iwan Pakpahan, Yanwar, Lontas, Maruli, Aris; Supporting system: Delima Silalahi, Benni, Anugerah, dan Dewi Sirait.

[]