Jakarta: Sejumlah mantan teroris yang diharapkan dapat menjadi duta untuk memberikan pencerahan tentang terorisme tidak dapat berbuat banyak, karena masih terkendala persoalan ekonomi ketika kembali ke masyarakat. Karena itu, pemberdayaan ekonomi dapat mengurangi berkembangnya paham radikal di Indonesia.
Pejabat Direktorat Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Polri, Ajun Komisaris Besar Syuhaimi mengatakan, pemberdayaan ekonomi adalah salah satu cara yang efektif paling efektif membendung radikalisme.
"Momen bulan Ramadan ini kita manfaatkan seefektif mungkin untuk saling bersinergi dalam meningkatkan wawasan kebangsaan, memperkuat pemberdayaan ekonomi, dan mereduksi paham radikal. Ormas, ulama, pengusaha dan para aparat harus turut bersinergi," ujar Syuhaimi saat acara diskusi dengan para mantan narapidana kasus terorisme di Hotel Balairung Matraman, Jakarta, Minggu (11/6) seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya.
Syuhaimi menceritakan, selain persoalan ekonomi, masalah lain yang dialami para mantan napi terorisme adalah masalah administrasi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP),Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Dia berharap ke depannya, tidak ada lagi permasalahan yang dialami oleh para narapidana terorisme. "Dengan dialog, akan memberikan pencerahan bagi para ikhwan bahkan dapat menjadi duta bagi para Ikhwan lainnya yang masih memiliki pemahaman radikal," katanya.
Sebelumnya, Sofyan Tsauri, mantan terpidana kasus terorisme menceritakan beratnya menjalani kehidupan setelah menghirup udara bebas tahun 2015 saat menjadi pembicara dalam acara diskusi bertajuk Membedah Revisi UU Antiterorisme di Jakarta, 3 Juni silam,
Sofyan mencurahkan isi hatinya. Mulai dari dikucilkan keluarga, rekan-rekannya hingga sulitnya mencari pekerjaan karena predikat teroris yang disandangnya. Walau sudah menanggalkan cerita masa lalunya, kata dia, hingga kini cap sebagai seorang teroris dari masyarakat masih dirasakannya.
Ia bercerita, ketika resmi keluar dari jeruji besi banyak perusahaan-perusahaan menolaknya. Bahkan, keinginan menjadi pengendara ojek online kandas. Alasannya, dia tidak memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia, Ali Mahsum menjelaskan, munculnya paham radikalisme disebabkan oleh kesenjangan ekonomi sosial dan ketidakadilan.
Dia mengajak seluruh peserta yang hadir untuk sama-sama memperjuangkan keadilan dengan cara yang benar.
"Asosiasi akan memberikan sumbangsih bagi kawan-kawan agar bisa beranjak lebih baik, kita bersama memperjuangkan keadilan dengan cara yang benar," ujar Ali.
Menurutnya untuk menuju kehidupan bangsa yang adil dan makmur diperlukan instrumen tata kelola negara yang baik. Kedua tata kelola sumber ekonomi yang diperuntukan bagi masyarakat, dan ketiga penegakan hukum.
"Tata kelola sumber ekonomi itu rakyat wajib punya lahan usaha di republik ini. Hampir 95 persen aset di negara ini dikuasai asing. Inilah cita-cita cita yang sedang kami perjuangkan untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi kita," kata dia.
Cnni/Syh/RRN