Kendala pada Sistem Coretax Memicu Tindak Lanjut Evaluasi dan Ancaman Sanksi Bagi Dirjen Pajak

Administrator - Senin, 17 Februari 2025 - 17:09:15 wib
Kendala pada Sistem Coretax Memicu Tindak Lanjut Evaluasi dan Ancaman Sanksi Bagi Dirjen Pajak
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengucapkan sumpah jabatan di gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (1/11/2019). (Foto repro : Antara/Nova Wahyudi/wsj).

RadarRiaunet | Jakarta – Sistem perpajakan baru yang diharapkan menjadi solusi efisiensi administrasi, Coretax, ternyata menghadapi berbagai kendala serius yang memicu kegelisahan di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Direktur Jenderal Pajak (DJP). Akibatnya, keputusan diambil untuk menerapkan sistem perpajakan secara paralel, dengan menghidupkan kembali sistem lama, DJP Online, hingga Coretax dapat berfungsi dengan baik.

Coretax, dengan nilai investasi Rp1,3 triliun, kini menjadi sorotan utama. Implementasi yang tidak berjalan lancar menimbulkan keraguan besar mengenai keberhasilan sistem ini. Bahkan, peluang bagi Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, untuk mendapatkan sanksi administratif atau pidana kini terbuka lebar.

Menurut Direktur Kebijakan Publik Center of Economics and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, kegagalan dalam menjalankan layanan publik seperti Coretax dapat mengarah pada penerapan sanksi administratif, yang dijelaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 54 mengatur bahwa kegagalan penyelenggaraan layanan dapat berujung pada teguran hingga pencopotan jabatan, sementara Pasal 55 dan 56 membuka kemungkinan sanksi pidana dan denda jika layanan menyebabkan kerugian negara atau korban fisik.

"Jika kegagalan Coretax berlanjut, maka Dirjen Pajak atau pejabat terkait berisiko mendapat sanksi administratif, bahkan penyelidikan terhadap potensi kelalaian atau maladministrasi dalam pengadaan sistem ini bisa saja dibuka," ujar Media, di Jakarta, Jumat (14/2/2025).

Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, juga mengkritik serangkaian kesalahan dalam perencanaan dan implementasi Coretax. Menurut Rinto, ada kelalaian dalam urutan tahapannya, dimulai dari perencanaan proses bisnis, penyusunan regulasi, hingga pengembangan teknologi. “Proses bisnis harus jelas terlebih dahulu, baru menyusun regulasi yang mendukung. Namun, Coretax justru terbalik, dimulai dari regulasi dengan Perpres 40/2018 tanpa proses bisnis yang solid,” jelasnya.

Rinto menambahkan bahwa penggunaan software COTS (Commercial Off-The-Shelf) yang diadaptasi dari sistem perpajakan Austria tanpa penyesuaian terhadap kebutuhan Indonesia adalah sebuah kesalahan fatal. Menurutnya, masalah mendasar dalam sistem Coretax adalah kegagalan untuk fokus pada perbaikan menyeluruh dalam proses bisnis perpajakan Indonesia.

Meskipun demikian, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengakui adanya berbagai kendala teknis sejak peluncuran Coretax pada Januari 2025. Namun, Suryo menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada dampak signifikan terhadap penerimaan pajak negara akibat masalah pada sistem tersebut. “Evaluasi dampaknya baru akan terlihat setelah periode pelaporan pajak berjalan sepenuhnya,” kata Suryo di Jakarta, Selasa (11/2/2025).

Namun, dengan adanya kritik tajam dan ancaman sanksi, Pemerintah diminta untuk segera mengevaluasi dan melakukan perbaikan agar investasi besar dalam sistem Coretax dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi penerimaan pajak dan perekonomian negara.

[**]