Deretan Kasus Korupsi yang Kerap Dikaitkan dengan Sekda Riau

Administrator - Ahad, 26 Maret 2023 - 20:51:41 wib
Deretan Kasus Korupsi yang Kerap Dikaitkan dengan Sekda Riau
Sekda Riau SF Hariyanto. (Foto: Dok Pemprov Riau)

RADARRIAUNET.COM: Kasus korupsi yang kerap dikaitkan dengan SF Hariyanto. Memang, nama SF Hariyanto pernah disebut dalam persidangan kasus korupsi di Dinas Pendapatan Daerah yang kini berubah nomenklatur menjadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

SF Hariyanto sempat menjabat sebagai Kepala Dispenda Riau pada periode 2015-2016 lalu. Kasus yang terjadi yakni dugaan korupsi uang pengganti (UP), ganti uang (GU) dan perjalanan dinas. Dalam perkara tersebut, telah dijatuhi hukuman terhadap dua terpidana yakni Deliana (mantan Sekretaris Bapenda Riau ) dan Deyu (mantan Kasubag Keuangan Bapenda)

Adalah Deyu, terpidana dalam kasus tersebut yang mengungkap adanya keterkaitan SF Hariyanto dalam kasus tersebut. Deyu dalam persidangan membuka aliran dana korupsi tersebut yang dinikmati sejumlah orang, termasuk kalangan LSM dan wartawan.

Dalam daftar catatan Deyu, disebutkan nama-nama sejumlah anggota DPRD Riau yang menerima yakni Su sebanyak Rp50 juta, Ha, In dan Ai sebanyak Rp15 juta serta Il sebanyak Rp13 juta. Termasuk juga aliran uang kepada staf DPRD Do diduga menerima sebesar Rp 9 juta serta membayar pajak mobil anggota DPRD Riau Er sebesar Rp 12,9 juta.

Penggunaan uang korupsi juga diduga dipakai untuk sebuah lembaga hukum sebesar Rp 75 juta terkait kasus korupsi di Rohul. Termasuk untuk keperluan ke Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 131,7 juta.

Deyu juga mencatat aliran uang untuk keperluan Kepala Dinas saat itu mencapai Rp 71 juta serta uang operasional SF Hariyanto ke Bali total Rp 50 juta.

Deyu juga mencatat ada uang yang diserahkan berasal dari sisa uang kegiatan pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 100 juta dan sisa uang kegiatan fisik Rp 50 juta termasuk uang pengembalian pengolahan data Rp 40 juta. Terhadap sisa uang kegiatan tersebut, Deyu mencatat kalau SF Hariyanto meminta agar digenapkan menjadi Rp 300 juta.

Selain itu juga ada catatan uang untuk pembayaran tiket SF Hariyanto sebesar Rp 22,5 juta serta uang pembayaran pajak mobil Land Kruiser sebesar Rp 25 juta.

Namun, SF Hariyanto membantah semua tudingan dan catatan aliran uang tersebut. Ia mengaku sama sekali tidak mengetahui adanya pemotongan uang tersebut, baik dari UP, GU maupun perjalanan dinas. SF Hariyanto memang tidak hadir dalam persidangan tersebut. Jaksa penuntut umum Apriliana SH hanya membacakan keterangan SF Hariyanto dari berita acara pemeriksaan (BAP). Inilah yang kemudian diprotes oleh kuasa hukum Deyu karena seharusnya pihak yang memberi keterangan di pengadilan seharusnya disumpah.

Belakangan, kasus korupsi di Dispenda Riau yang menyebut keterkaitan SF Hariyanto hilang begitu saja. Apalagi, Kejaksaan Tinggi Riau telah menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) pada kasus dugaan korupsi lain di dua bidang kerja Dispenda Riau. Yakni Bidang Pengolahan Data dan Bidang Pembukuan dan Pengawasan. Padahal, kasus tersebut masih berkaitan dengan perkara yang menimpa Deyu dan Deliana.

SF Hariyanto juga sempat dikaitkan dengan tuduhan terhadap dugaan korupsi kegagalan konstruksi Jembatan Siak III Pekanbaru. Jembatan tersebut sempat bermasalah dan ditutup, meski sudah selesai dibangun. Dalam persidangan gugatan legal standing di Pengadilan Negeri Pekanbaru, dua saksi ahli dari Kadin Daerah Riau Prof Sugeng Wiyono dan Prof Iswandi Irwan dari ITB menyebut kalau Jembatan Siak III gagal konstruksi.

Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring Development (IMD) Raja Adnan kala itu menyebut kalau SF Hariyanto yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau harus bertanggung jawab secara hukum. Kegagalan konstruksi bangunan Jembatan Siak III kota Pekanbaru tahun 2007-2011 menghabiskan anggaran APBD Riau sebesar Rp 136 miliar. Ia menduga telah terjadi kerugian negara atas kegagalan konstruksi proyek jembatan tersebut.

Secara umum manfaat langsung dari pembangunan suatu jalan dan Jembatan adalah meningkatnya kelancaran arus lalu lintas atau angkutan barang dan orang khususnya dalam menghubungkan Daerah satu ke daerah lainnya. Dengan semakin lancarnya arus lalu lintas berarti lebih mengefisiensikan waktu dan biaya bagi pengguna jalan atau jembatan yang dibangun.

Pembangunan Jembatan Siak III Kota Pekanbaru yang telah diresmikan oleh Gubernur Riau tanggal 3 Desember 2011 menghabiskan anggaran APBD Provinsi Riau sebesar Rp 136 Milyar menimbulkan persoalan serius, karena telah terjadi melengkung ke bawah dan dipastikan mempengaruhi daya tahan jembatan tersebut karena diduga dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur atau metode keteknikan, yakni telah terjadi pergeseran busur ke arah horizontal sehingga menimbulkan perenggangan, namun kontraktor pada pelaksanaannya memaksa untuk ditarik ke arah yang berlawanan sehingga terjadi melengkung bentuknya seperti ular. 

Demikian diungkapkan Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Dr (c) Raden Adnan, S.H., M.H dalam keterangannya seperti dikutip dari urbannews.id, Jumat (24/03/2023). 

Informasi yang di terbitkan pada website https://mikhsan.com/jembatan-siak-3-pekanbaru-terkini-dari-kacamata-dr-muhammad-ikhsan/ diakses oleh Adnan pada tanggal 12 Oktober 2022 secara garis besar telah terjadi kegagalan saat perencanaan, gagalnya pengawasan, gagalnya pelaksanaan dan gagalnya penggunaan.

Menurut Adnan, dinamika berkembangnya informasi terkait kegagalan konstruksi bangunan Jembatan Siak III tersebut mendorong untuk dilakukannya penelitian ilmiah melalui Riset Disertasi Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta untuk menguraikan permasalahan tersebut secara akademis dan dapat dipertanggungjawabkan guna mengetahui fakta-fakta peristiwa hukum yang terjadi dan menganalisis problematika yuridis empiris dalam aspek hukum kegagalan konstruksi bangunan Jembatan Siak III Kota Pekanbaru.

Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta J Rajes Khana, Ph.D telah menugaskan Raden Adnan mahasiswa Candidat Doktor Ilmu Hukum untuk melakukan penelitian atau riset disertasi pada objek pembangunan Jembatan Siak III Kota Pekanbaru yang sudah menjadi perhatian publik terkait dugaan kegagalan konstruksi bangunan.

“Hal tersebut agar akar permasalahan dan berbagai isu yang berkembang dapat diteliti secara akademis dengan harapan persoalan tersebut menjadi terang benderang dan diperoleh langkah perbaikan untuk dilakukan pengambil kebijakan publik dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau,” ungkap Adnan.

Merespon adanya penelitian itu, lanjut Adnan, Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) telah menerbitkan Rekomendasi melalui Surat Nomor : 503/DPMPTSP/NON IZIN-RISET/5070 Tentang Pelaksanaan Riset dan Pengumpulan Data untuk Bahan Disertasi tertanggal 29 September 2022.

“Dalam berbebagai berita di surat kabar baik cetak maupun elektronik atau online pengerjaan Jembatan Siak III tidak sesuai metode pelaksanaan maka secara hukum administrasi negara menjadi cacat prosedural karena bertentangan dengan ilmu keteknikan mengakibatkan kondisi struktur bangunan tidak sesuai dengan desain arsitektur bangunan awal karena mengalami lendutan melengkung negatif pada gelagar atau Chamber Bridge. Dimana Kondisi jembatan tidak sesuai dengan desain arsitektur untuk jembatan dan tidak sesuai persyaratan teknis,” beber Adnan.

Selain dugaan kesalahan pelaksanaan tidak sesuai metode pelaksanaan, menurut Adnan, juga diduga desain arsitekturnya telah terjadi plagiarisme karya arsitektur bangunan, karena sampai saat ini belum dapat dibuktikan Hak Cipta desain karya arsitekturnya dan diduga kuat hanya menciplak desain jembatan di Austin Country Club, Houston Amerika Serikat.

merupakan kesatuan konstruksi yang sifat pertanggungan terhadap kegagalan bangunan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya. 

“Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 339/KPTS/M/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Petunjuk Pelaksaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah pada Lampiran, Bab III Bagian B poin 4 yang isinya pada hurup (b) Untuk pekerjaan lanjutan secara teknis merupakan kesatuan konstruksi yang sifat pertanggungan terhadap kegagalan bagunan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, dengan persetujuan Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota. Pekerjaan Lanjutan tidak termasuk paket yang merupakan pekerjaan tahun jamak (multi year contract) yang diprogramkan,” katanya. 

Menurut Adnan, Penunjukan Langsung (PL) dilakukan kepada Perusahaan yang mengerjakan tahun pertama (Awal) yakni PT Rantau bais Sawit Family tahun 2007. Sementara informasi yang berkembang pekerjaan lanjutan tahun 2008 dilakukan penunjukan Langsung (PL) kepada PT Waskita Karya. 

“Bahwa berkaitan dengan permasalahan di atas, maka pada penelitian disertasi ini dipandang sangat perlu dilakukan langkah-langkah oleh Gubernur Riau melalui instansi terkait hendaknya mendorong penelitian ilmiah ini dapat dilaksanakan dengan memberikan segalah data atau informasi perencanaan untuk menganalisis gaya-gaya yang bekerja diatas jembatan tersebut apakah telah memenuhi norma ilmu gay la atau mekanika serta aspek pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan serta aspek fungsional yang seyogyanya dapat dilalui oleh kenderaan berat dan lain sebagainya,” katanya.

Masih saat menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau pada 2014 lalu, SF Hariyanto juga pernah dibentak dan dimarahi anggota majelis hakim. Dalam perkara korupsi proyek Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau tersebut, SF Hariyanto dalam kapasitas sebagai saksi dinilai memberikan keterangan yang berbelit-belit.

Majelis hakim saat itu berulang kali mengingatkan SF Hariyanto agar tidak memberikan keterangan palsu. Ia bahkan diancam akan bisa dipidanakan atas keterangannya yang menurut majelis hakim bisa menjurus sebagai keterangan palsu.

"Anda jangan memberikan keterangan belok sana belok sini. Kalau saya vonis Anda 5 tahun memberi keterangan palsu, Anda tidak ikut korupsi PON, tapi Anda masuk penjara gara-gara memberi keterangan palsu. Jadi jangan main-main ya saudara saksi," kata Bachtiar Sitompul yang menjadi ketua majelis hakim dalam kasus tersebut.

Kasus lain yang kerap dikaitkan dengan SF Hariyanto adalah korupsi proyek pipa transmisi PDAM Inhil tahun 2013. Dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,6 miliar ini telah menjerat Muhammad, mantan Kepala Bidang pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau.

Gerakan Mahasiswa Peduli Riau (GMPR) dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau pada Jumat(27/6/2021) lalu menuding ada keterkaitan SF Hariyanto dalam kasus tersebut.

“Jangan sampai terulang kembali Sekdaprov Riau sebagai orang nomor satu aparatur sipil negara di Riau ini tersandung kasus korupsi. Hal itu sangat memalukan bagi masyarakat Riau,” kata koordinator aksi, Fauzi.

Pernyataan Fauzi tersebut merujuk pada kasus yang menimpa Sekdaprov Riau sebelumnya, Yan Prana Jaya yang menjadi terpidana kasus korupsi. Yan Prana divonis 3 tahun dalam kasus lama sewaktu ia menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak.

Yan Prana dikenal sebagai orang dekat Gubernur Riau, Syamsuar yang pernah menjabat dua periode sebagai Bupati Siak. Yan ditarik dari Pemkab Siak lalu mendapat promosi khusus menjadi Sekdaprov Riau sejak 22 November 2019 lalu. (Dari berbagai sumber)