RADARRIAUNET.COM: Pemerintah memutuskan tak memulangkan ratusan WNI eks ISIS ke Indonesia. Hal ini diputuskan dalam rapat kabinet yang digelar tertutup oleh Presiden Joko Widodo dan sejumlah kementerian di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris, bahkan tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) ke Indonesia," ujar Menko Polhukam Mahfud MD dilansir dari CNN Indonesia, Selasa (11/2).
Dari data terbaru, kata Mahfud, terdapat 689 WNI eks ISIS yang tersebar di sejumlah wilayah seperti Suriah dan Turki. Sebelumnya disebutkan ada 660 WNI. Mahfud mengatakan, keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan keamanan bagi ratusan juta penduduk di Indonesia.
"Keputusan rapat tadi pemerintah harus beri rasa aman dari ancaman teroris dan virus-virus baru terhadap 267 juta rakyat Indonesia. Karena kalau FTF ini pulang bisa jadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta tidak aman," katanya.
Kendati demikian, Mahfud mengatakan pemerintah masih akan mendata jumlah valid WNI eks ISIS dan identitas secara lengkap. Sementara untuk kepulangan anak-anak akan dipertimbangkan kembali.
"Untuk anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case. Ya lihat aja apakah ada orang tuanya atau tidak, yatim piatu," ucapnya.
Wacana pemulangan WNI eks ISIS menjadi perdebatan publik. PBNU menyatakan menolak tegas rencana pemerintah untuk memulangkan eks kombatan ISIS. Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, tindakan WNI bergabung dengan ISIS bertentangan dengan Pancasila.
Mahfud mengatakan, berdasarkan data dari Central Intelence Agency (CIA), ada 689 WNI terduga eks ISIS yang tersebar di Turki, Suriah, dan beberapa negara lain. Meski demikian, pemerintah membuka opsi pemulangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang turut dibawa orangtua mereka yang berstatus terduga eks ISIS.
"Tapi kita lihat case by case (untuk pemulangan anak usia di bawah 10 tahun)," ucap Mahfud.
Sementara itu, wacana pemulangan WNI eks ISIS yang kini tanpa kewarganegaraan menuai kritik dari Pusat Penyelesaian Permasalahan WNI (P3WNI) di Malaysia. P3WNI menilai pemulangan tenaga kerja Indonesia ( TKI) tanpa kewarganegaraan (Stateless) di Malaysia lebih penting ketimbang eks ISIS yang terpapar paham radikal.
"Harusnya pemerintah turun lapangan, sapa TKI yang ada di pelosok kebun Malaysia. Ini yang lebih penting ketimbang bahas isu ISIS," kata Sekretaris P3WNI, Zainul Arifin dalam pesan tertulis pada Kompas.com, Minggu (9/2/2020).
Dia menuturkan, selama ini TKI tanpa kewarganegaraan tidak bisa kembali karena tidak memiliki dokumen lengkap. Para TKI umumnya bekerja di perkebunan Malaysia Umumnya TKI tersebut bekerja di sektor perkebunan di berbagai wilayah di Malaysia.
"Sudah dari dulu permasalahannya. Tapi tidak pernah selesai. Entah sampai kapan pemerintah serius," ujar Zainul.
Ada pun TKI yang hidup tanpa kewarganegaraan banyak yang menikah dengan warga Malaysia. Sebagian punya anak namun nama mereka tidak tercantum sebagai orang tua karena tidak adanya dokumen.
Dari data Kemendagri, lebih dari 40.000 pekerja asal Indonesia yang kini hidup di Malaysia tanpa status kewarganegaraan yang jelas. TKI tanpa kewarganegaraan TKI tersebut berangkat tanpa dokumen sehingga tidak bisa dilacak asal usulnya untuk pengurusan dokumen yang baru.
Menurut Zainul, jika kondisi tersebut dibiarkan, maka akan menurunkan harga diri bangsa serta permasalahan sosial yang dapat merugikan di kemudian hari.
"Dari penelitian yang kami lakukan terhadap responden, 85 persen terkendala perizinan dokumen dan pulang kampung," katanya. "10 persen soal gaji dan 5 persen permasalahan pidana khusus (penjualan orang)," ungkap Zainul.
RR/cnni/kps/zet