RADARRIAUNET.COM: Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi merupakan jalan terakhir. Ia meminta semua pihak menghormati proses uji materi yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kalla mengatakan, saat ini ada pihak yang telah mendaftarkan uji materi atas Undang-Undang KPK hasil revisi meskipun undangnya-undangnya belum diberi nomor.
Namun, Kalla tak mempermasalahkam hal tersebut "Saya kira sangat penting, itu (perppu) jalan terakhir ya. Masih ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK. Itu dulu. Tentu kan sekarang sudah ada yang masukkan walaupun undang-undangnya belum berlaku," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta.
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu, misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dianggap bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK. Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu.
Hal itu disampaikan Jokowi seusai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9). Namun, sampai hari ini belum ada kabar terbaru mengenai sikap Presiden terkait perppu.
Dipertaruhkan
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch ( ICW) mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) revisi UU KPK. Jika tidak diterbitkan, reputasi Indonesia dipertaruhkan.
"Citra Indonesia akan buruk di dunia internasional jika perppu tak dikeluarkan," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/10).
Kurnia menjabarkan, United Convention Against Corruption ( UNCAC) telah mengeluarkan sikap terkait dengan pelemahan komisi antikorupsi itu. Sesuai Aturan UNCAC Lembaga ini, lanjutnya, menilai revisi UU KPK akan mengancam prinsip independensi KPK.
Selain itu, revisi inisiatif DPR itu juga bertolak belakang dengan mandat dalam Pasal 6 jo Pasal 36 UNCAC. Pasal itu mengharuskan setiap negara memastikan keberadaan badan antikorupsi yang khusus dalam mencegah dan memberantas korupsi melalui penegakan hukum yang independen serta mampu menjalankan fungsi secara efektif dan tanpa pengaruh dari hal-hal yang tidak semestinya.
"Pernyataan itu dilansir pada 27 September, setidaknya lebih dari 90 organisasi dunia menyoroti persoalan pelemahan KPK ini. Tentu ini akan berdampak buruk bagi citra pemerintah yang selama ini selalu menggaungkan tata kelola pemerintah yang bersih dari korupsi," papar Kurnia.
Selain itu, lanjutnya, KPK juga dikenal memiliki reputasi baik di tingkat internasional. Kurnia mencontohkan, pada 2013 KPK mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award oleh pemerintah Filipina.
Ia menyebutkan, lembaga antikorupsi ini dinilai sebagai lembaga independen dan berhasil dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan kejahatan korupsi. "Atas dasar itu kebijakan pemerintah yang membiarkan pelemahan terhadap KPK dapat dipastikan akan mendapat kecaman dari negara lain yang juga mempunyai konsentrasi sama pada isu antikorupsi," kata Kurnia.
RR/kps/zet