PERUBAHAN pengelolaan pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang ditandai dengan berpindahnya pengambilan kebijakan dari pemerintah pusat (top goverment) ke pemerintah daerah (district goverment), melahirkan problematik tersendiri. Di satu sisi pengelolaan pendidikan yang dilimpahkan ke pemerintah daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan kewenangan pengelolaan, kemandirian, dan pengembangan potensi pendidikan daerah. Namun, di sisi lain tidak menutup kemungkinan dalam implementasinya akan diwarnai kegagapan pengelolaan yang berisiko pada terpuruknya kualitas dan mutu pendidikan.
Mutu pendidikan
Masalah mutu pendidikan merupakan isu sentral dalam dunia pendidikan nasional, terutama terkait dengan rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku pelajaran, sampai perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, tetapi tak dapat dimungkiri bahwa mutu pendidikan kita masih memperihatinkan. Berdasarkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) 2016 , pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Kualitas para pendidik kita menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Sementara itu, jumlah guru mengalami peningkatan sebanyak 382% dari 1999/2000 menjadi sebanyak 3 juta orang lebih, dan di antaranya masih terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik, serta 52% belum memiliki sertifikat profesi.
Mulyasa (2017) menyebutkan kondisi di atas setidaknya disebabkan tiga faktor. Pertama, pendidikan nasional kita yang masih menggunakan pendekatan education production function atau input-output analisis, yang masih memandang pendidikan sebagai pusat produksi yang harus dipenuhi semua masukan (input) agar menghasilkan output yang baik. Namun, dalam kenyataannya, meskipun input pendidikan seperti pelatihan untuk guru, pengadaan buku pelajaran serta perbaikan sarana dan prasarana terpenuhi dengan baik, pendidikan kita juga belum membuahkan hasil maksimal. Hal ini disebabkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input dan abai akan proses pendidikan itu sendiri.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistis mengakibatkan sekolah sangat bergantung pada pengambilan keputusan birokrasi yang panjang dan terkadang tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan sekolah setempat. Akibatnya sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif dalam pengambilan keputusan. Ketiga, peran serta masyarakat dan orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan masih sangat minim. Selama ini partisipasi masyarakat lebih banyak bersifat dukungan bukan pada proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, monitoring , evaluasi, dan akuntabilitas sehingga berakibat pada mutu pendidikan yang tidak maksimal.
Peran kepala sekolah
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah untuk mengelola pendidikan secara maksimal tentunya memerlukan figur yang berperan penting dalam pelaksanaanya. Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi (tentunya berkolaborasi dengan seluruh elemen lain seperti guru, pengawas, orangtua, dan siswa) dianggap sebagai pelaku utama yang berperan penting dalam pelaksanaan perbaikan mutu pendidikan di sekolah. Dalam era desentralisasi seperti sekarang ini, kepala sekolah merupakan ' the president in the multiversery, is leader, educator, creator, initiator, wielder of power pump, he is also office holder, caretaker, inherittor, consensus seeker, persuader, bottleneck, but he is mostly mediator' (Kerr: 2005).
Dalam pelaksanaan kewenangan pengelolaan pendidikan, kepala sekolah dituntut setidaknya memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang kuat demi terwujudnya mutu pendidikan yang baik yang ditandai dengan efektivitas belajar dan pembelajaran yang tinggi, kepemimpinan yang kuat dan demokratis, manajemen tenaga kependidikan yang efektif dan profesional, tumbuhnya budaya mutu, serta team work yang cerdas, kompak, dan dinamis (Mulyasa: 2017).
Sebagai pemimpin tertinggi pada sebuah lembaga pendidikan, kepala sekolah memegang peranan yang sangat besar dalam membawa dan menentukan kualitas pendidikan. Dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin, kepala sekolah juga dituntut menjadi manajer yang bertugas mengelola segala sesuatu terkait dengan sekolah. Jika ditinjau dari fungsi-sungsi manajemen, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), dan controlling (pengawasan), kepala sekolah juga harus memerankan dirinya sebagai supervisor pengajaran serta evaluator program sekolah.
Kepala sekolah sebagai supervisor dalam menjalankan tugasnya berperan penting dalam memantau dan membina proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan konsep supervisi yang dipandang sebagai proses dalam membantu guru guna memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran, kepala sekolah dapat menjalankan perannya baik secara mandiri maupun bersinergi bersama pihak lain untuk memperbaiki pengajaran dan kurikulum dalam pengembangan guru. Sebagai supervisor kepala sekolah dapat menjalankan tugasnya dengan memberikan pembinaan-pembinaan terhadap kekurangan guru dalam mengajar.
Di samping sebagai supervisor, kepala sekolah juga harus mampu menjadi evaluator bagi program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi sebagai pengontrol berfungsi untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dapat diraih. Selain itu, evaluasi juga diperlukan untuk mengetahui penyimpangan dan penghalang tercapainya akan suatu tujuan. Sebagai pemimpin tertinggi, kepala sekolah dapat melakukan evaluasi melalui pengamatan dan meninjau laporan kegiatan. Hal ini tentunya penting untuk dilakukan sebagai bahan perbaikan untuk mencapai sebuah tujuan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin utama memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan mutu pendidikan. Dengan menjalankan tugasnya sebagai supervisor dan evaluator, serta bersinergi dengan berbagai pihak seperti guru, pengawas, orangtua serta siswa, kepala sekolah diharapkan dapat berkontribusi dalam perbaikan kualitas pendidikan. Hal ini sangat mungkin untuk dilakukan terlebih dengan sistem desentralisasi pendidikan yang telah diamanahkan pemerintah saat ini.
RRN/MI