RADARRIAUNET.COM: Duapuluh satu tahun yang lalu,tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998, telah terjadi peristiwa besar menjadi momen sejarah bagi kita semua rakyat Indonesia yang tidak bisa kita lupakan begitu saja, menjadi hari kebangkitan bagi kaum muda Indonesia yang dipelopori oleh pemuda dan mahasiswa , dengan penuh semangat bergerak turun kejalan menggalang kekuatan secara nasional, ribuan aksi masa menduduki gedung MPR/DPR , menyalakan api perlawanan terhadap Rezim Otoriter Suharto dan Orde Baru turun dari kursi kekuasaan, dan menjadi akhir berdirinya Rezim Otoriter Suharto dan Orde baru yang telah menguasai Indonesia selama 32 tahun.
Peristiwa kejatuhan Rezim Otoriter Suharto dan Orde Baru itu telah menjadi kisah kemenangan rakyat menuntut Reformasi total disegala bidang dan mendesak Suharto turun, pada akhirnya Suharto menyatakan mundur dari jabatan Presiden yang telah ia duduki selama 32 tahun terhitung semenjak Dia membacakan Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Super Semar sebuah kalimat sakti untuk menggulingkan Presiden Pertama Republik Indonesia Bung Karno, diawali peristiwa gerakan 30 september 1965 (G30/PKI) sebuah kosa kata yang menununjukkan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) 7 perwira tinggi Angkatan Darat sebagai pelaku kudeta untuk merebut kekuasaan.
Suharto merancang sebuah skenario jangka panjang untuk melakukan kudeta merangkak dengan melakukan pembantaian masal orang – orang yang dianggap PKI sebagai skenarion yang dia mainkan untuk meneror masyarakat , menciptakan ketakutan dimana – mana untuk menghilangkan potensi perlawanan terhadap dirinya setelah berkuasa dengan memberikan cap Komunis atau PKI terhadap orang – orang yang menjadi oposisi terhadap kekuasaan negara yang sedang berada dalam genggaman tangan besinya .
Sebetulnya, gerakan reformasi mei 1998 ini, merupakan sebuah gerakan perjuangan revolusioner , biarpun gerakan tersebut namanya adalah gerakan reformasi dalam memperjuangkan demokrasi dan perubahan total di Indonesia yang datang tidak begitu saja kelahirannnya, seperti bintang yang jatuh dari langit sebagai muzizat Tuhan kepada rakyat dan bangsa ini, mengingat kokoh dan kuatnya Rezim Otoriter Suharto dan Orde Baru dengan menggunakan kekuatan Polisi dan Tentara sebagai alat bersenjata yang tersebar dimana – dimana untuk mempertahakan kekuasaan, seperti tidak bisa dijatuhkan dengan mudah dari kursi kekuasaan, namun bisa runtuh dalam waktu singkat oleh kekuatan aksi pemuda dan mahasiswa pada waktu itu.
Perlu kita telusuri dan ketahui sebenarnya siapa orang – orang yang pertama kali memulai perlawanan – perlawanan terhadap Rezim Otoriter Suharto dan Orde Baru, berani membangunkan rakyat yang lama tertidur untuk melakukan perlawanan terhadap Suharto dan Orde Baru, seorang rezim pemerintahan totaliter dalam mengendalikan negara selalu menggunakan kekuatan – kekuatan militer kepada pihak – pihak yang berani membangkang terhadap kesewenang – wenangan dirinya, pilihannya adalah penjara atau tembak ditempat dan mati atau hilang tanpa meninggalakan jejak – langkah kaki.
Gerakan Reformasi mei 1998 merupakan titik akumulasi dari proses perjuangan panjang gerakan – gerakan mahasiswa menentang kebijakan – kebijakan Suharto dan Orde Baru yang anti rakyat dan anti demokrasi semenjak tahun 1971 sampai 1988, menyerukan golput untuk tidak memilih karena dianggap hanya memenangkan Golkar, menolak dominasi modal asing dan kepemimpinan Suharto dan tuntutan Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertangunggjawaban Suharto atas penyelewenagan UUD 1945 dan Pancasila, serta solidaritas kepada kaum tani yang menjadi korban perampasan tanah di Kedung Ombo, Badega, Cimacan, Cilacap dan lain sebagainya, pada dua warsa itu mahasiswa tiada henti – hentinya melakukan aksi – aksi menumbangkan kekuasaan Suharto dan Orde Baru, walaupun gerakan – gerakan mahasiswa harus mengalami represi dan pemenjaraan, namun tidak menghentikan semangat mereka untuk terus bergerak melakukan perlawanan terhadap Suharto dan Orde Baru, rezim Otoriter tersebut di negeri ini.
Memasuki tahun 1990-an gerakan mahasiswa bertambah radikal dan meluas keberbagai kota di seluruh Indonesia dengan terbentuknya Solidaritas Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi (SMID) pada tahun 1994 yang menjadi cikal – bakal berdirinya Persatuan Rakyat Demokratik kemudian berubah nama menjadi Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai organisasi payung perlawanan disektor mahasiswa, buruh dan tani sudah diwadahi Organisasi – Organisai masa yakni; Sektor Buruh - Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), yang kemudian menjadi Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI). Tokoh-tokohnya antara lain: Dita Indah Sari, Suyat (hilang sejak 1998 hingga sekarang), Bimo Petrus (hlang sejak tahun 1998 hiingga sekarang);
1. Sektor Budaya dan Seniman - Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKKER). Tokoh-tokohnya antara lain: Rahardja Waluyo Djati, Widji Thukul (hilang sejak tahun 1998 hingga sekarang);
2. Sektor Tani - Serikat Tani Nasional (STN). Tokoh-tokohnya antara lain: Sereida Tambunan, Mashuri, Linda Chrystanti, Herman Hendrawan (hilang sejak tahun 1998 hingga sekarang); dan
3. Sektor Mahasiswa - Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Tokoh-tokohnya antara lain: Munif Laredo, Andi Arief, Garda Sembiring.
PRD dideklarasikan menjadi Partai berasaskan,Sosial Demokrasi Kerakyatan,” pada 22 Juli 1996 dengan Ketua Budiman Sujatmiko,menyatakan secara terbuka melawan Suharto dengan mengarahkan perlawanan rakyat dan Orde Baru lebih mengarah pada struktur Politik Orde Baru, seiring meningkatnya suhu politik menjelang akan dilaksanakan Pemilu tahun 1997, menjadi momentum paling tepat mengkampanyekan isu untuk menumbangkan Suharto, terangkum dalam Manifesto PRD dengan secara gamblang melontarkan kritik tajam terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dibawah pemerintahan Orde, justru menciptakan kesenjangan sosial akibat kebijakan berorientasi pertumbuhan, dengan melupakan pemerataan dan distribusi yang adil.
Pokok-pokok penting dari Manifesto 22 Juli 1996, adalah:
1. menuntut pencabutan 5 Paket UU Politik tahun 1985 yang memasung hak berpolitik dan berorganisasi rakyat sipil.
2. menuntut penghapusan penerapan Dwi Fungsi ABRI yang memberikan hak istimewa kepada militer untuk memasuki ranah sosial politik dan sosial ekonomi.
3. mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Maubere (d/h Timor Timur; s/k Timor Leste).
4. mengupayakan pembangunan front perjuangan dengan beragam eksponen perjuangan dalam merebut DEMOKRASI dan mengembalikan KEDAULATAN RAKYAT.
5. membuat platform bersama-sama eksponen gerakan, khususnya Komite Independen Pemantau Pemilu untuk mengawal Pemilu 1997 dan menelanjangi praktik kecurangan Orde Baru yang selalu dilakukan setiap penyelenggaraan Pemilu.
6. mengorganisir rakyat untuk semakin terlibat aktif dalam menentang dan melawan kediktatoran rejim militer Orde Baru.
Lima hari kemudian pada 27 Juli 1996 dalam peristiwa yang dikenal sebagai Kudatuli, yaitu penyerbuan terhadap kantor DPP PDI, di Jalan Diponegoro, Jakarta. PRD dituduh mendalangi kerusuhan yang berujung pada perebutan kantor PDI. Bahkan PRD kemudian dinyatakan terlarang oleh pemerintah orde-baru dan banyak anggotanya yang hilang, diburu dan dipenjarakan.
Setelah terjadinya Peristiwa Kudatuli tersebut justru aksi – aksi demonstrasi turun kejalan diberbagai kota di Indonesia, semakin hari semakin bertambah kuat hingga alat – alat negara seperti Tentara dan polusi kuwalahan dibuatnya sudah tidak mampu membendung aksi – aksi mahasiswa tersebut semenjak januari sampai mei 1998, tuntutannya tidak jauh beda, sama – sama menyatakan Suharto harus turun.
Peran PRD dalam menumbangkan kekuasaan Rezim Suharto dan Orde Baru dilakukan secara radikal dan revolusioner, tidak hanya menuntut mundur Suharto dari kursi kepresidenan,tetapi juga merumuskan tuntutan – tuntutan mendesak bagi kepentingan rakyat terkait persoalan ekonomi, karena reformasi mei 1998 tidak sekedar hanya menumbangkan Suharto dan menyingkirkan Orde Baru, namun juga melakukan perubahan yang cepat dan mendasar disegala bidang politik, ekonomi dan hukum.
Indonesia sudah memasuki 21 tahun reformasi, akan tetapi jika kita saksikan situasi dan kondisi politik – ekonomi bangsa ini, semakin tidak jelas arah dan tujuannya karena sampai sekarang kebijakan – kebijakan pemerintah masih bertumpu pada paham neoliberalisme, untuk itu Pancasila sebagai dasar dan filosofi negara haruslah dimenangkan, untuk menegasikan filosofi kapitalisme – neoliberalisme ataupun filosofi lain, karena tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
KPW PRD Jawa Barat
RRN/WH