Jakarta: Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Banten menangkap tersangka peretasan Sistem Database Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten berinsisal HR (40).
Kabid Humas Polda Banten AKBP Edy Surmardi, di Serang, Selasa (5/3), mengatakan tersangka DR melakukan aksinya sejak Senin 25 dan 26 Februari 2019. Dia melancarkan modus dengan cara menjual program kemahasiswaan. Program tersebut dijual di kampus yang ada di daerah Banten.
"Tersangka yang latar belakangnya sarjana komputer memang sangat pintar menjual program kemahasiswaan. Namun, posisi server masih ada di UIN SMH Banten," kata Edy, seperti sitat CNN Indonesia, Selasa (5/3/2019).
Tersangka DR adalah karyawan swasta staf UIN SMH Banten tersebut melakukan dengan motif dendam dan sakit hati, karena perilaku negatifnya diketahui oleh staf lainnya sehingga dia merusak sistem komputerisasi UIN.
Barang bukti yang diamankan adalah Iphone silver, tiga hard disk eksternal, kabel data, serta laptop dan komputer. Semua barang itu sedang dalam pendalaman di Puslabfor Bareskrim Polri.
Direktur Kriminal Khusus Polda Banten Kombes Rudi Hananto mengatakan kejadian tersebut mengakibatkan sistem milik kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten menjadi offline dan tidak bisa berfungsi seperti biasanya.
"Seperti program akademik mahasiswa, KRS, sistem keuangan, dan perjalanan dinas tidak berfungsi. Akibatnya tidak bisa memberikan gaji kepada karyawan, sehingga serangan ini mengakibatkan sistem down," kata Rudi pula.
Ditkrimsus Polda Banten membuat tim untuk melakukan pemeriksaan dengan sistem digital forensik. Jejak Jejak pelaku kedapatan telah mendownlload file menggunakan link internet yang bisa mengambil username dan password.
"Pelaku berusaha menghapus jejak digital, tapi jejak tersebut masih bisa dilacak oleh tim, dan bisa diamankan kurang dari dua hari," kata Rudi.
Atas perbuatannya tersebut, DR kini diancam dengan pasal 46 ayat 1, 2, 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE), dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
RRN/CNNI