Landasan PK Ahok dan Kejanggalan Putusan Buni Yani

Administrator - Senin, 26 Februari 2018 - 19:18:29 wib
Landasan PK Ahok dan Kejanggalan Putusan Buni Yani
Kuasa hukum Ahok membeberkan sejumlah pertimbangan dalam putusan Buni Yani yang menjadi alasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK). Cnni

Jakarta: Kuasa hukum terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebut ada sejumlah pertimbangan dalam putusan majelis hakim terhadap Buni Yani yang menjadi alasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK).

 

Kuasa hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur mengatakan dalam putusan Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka kemudian dipidana karena mengedit video pidato Ahok di Kepulauan Seribu.

 

"Kalimat yang ditambahkan di situ yang tidak sesuai, tidak ada kalimat itu di dalam video, jadi dia menambahkan kalimat yang sangat provokatif, itu yang kami masukkan sebagai alasan," tutur Josefina kepada media di PN Jakarta Utara, Senin (26/2).

 

Sementara terkait alasan kekhilafan hakim, Josefina menyampaikan ada banyak pertimbangan hakim dalam putusan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.

 

Tak hanya itu, Josefina menilai ahli yang diajukan oleh Ahok dalam persidangan juga tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim.

 

"Itu salah satu alasan kekeliruan yang nyata, di samping itu masih banyak, ada sekitar enam sampai tujuh poin," ujarnya.

 

Sementara itu, kuasa hukum Ahok, Fifi Lety Indra mengatakan alasan lain dalam pengajuan PK adalah dasar penahanan yang diberikan kepada Ahok.

 

Setelah putusan dibacakan, kata Fifi, Ahok langsung menyampaikan akan mengajukan banding.

 

"Itu tidak diuraikan mengapa pak Ahok harus ditahan seketika padahal pada saat itu pak Ahok langsung menyatakan banding," ujar Fifi.

 

Lebih lanjut, Fifi menuturkan selama proses persidangan pun Ahok kooperatif sehingga seharusnya bisa dijadikan dasar bagi majels hakim untuk meringankan Ahok.

 

Selain itu, menurut Fifi, salah satu dasar penahanan adalah agar terdakwa tidak mengulangi perbuatannya.

 

"Tidak mungkin lagi pak Ahok akan mengulangi perbuatannya atau menghilangkan alat bukti atau barang bukti, dan melarikan diri, tidak mungkin. Karena Pak Ahok sangat kooperatif," tutur Fifi.

 

Tak hanya itu, Fifi juga menilai banyak kejanggalan dari para pelapor. Apalagi, kata Fifi, para pelapor bukanlah orang yang melihat pidato langsung Ahok, tetapi hanya melihat berdasarkan video yang diunggah Buni Yani.

 

"Itu tidak dipertimbangkan sama sekali, ini pertentangan yang kami lihat," kata Fifi.

 

Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sapto Subroto mengatakan tak ada bukti baru diajukan oleh pihak Ahok dalam PK tersebut.

 

Sapto menilai kasus Ahok dan kasus Buni Yani merupakan dua kasus yang berbeda.

 

Perkara Buni Yani merupakan kasus yang berkaitan dengan UU ITE dan menyangkut unsur delik dari kasus Ahok. Pembuktian dalam kasus Buni Yani, kata Sapto, sama sekali tidak menganggu pembuktian dari kasus Ahok, begitu pun sebaliknya.

 

"Jadi berbeda dan tidak ada faktor baru yang di memori PK mereka (Ahok)," kata Sapto.

 

Usai sidang hari ini, jaksa dan pihak pemohon akan kembali datang ke PN Jakarta Utara untuk menandatangani berita acara pekan depan, Senin (5/3), sebelum berkas diserahkan ke Mahkamah Agung.

 

"Nanti yang serahkan (ke MA) dari pengadilan, hanya kami dan pemohon akan diundang untuk pemeriksaan kembali dan tanda tangan brita acara baru memproses dikirim ke MA," tutur Sapto.

 

Cnni/Gil/RR