Eks Teroris Sebut Simpatisan ISIS Bergerak Tanpa Jaringan

Administrator - Sabtu, 22 Oktober 2016 - 13:12:46 wib
Eks Teroris Sebut Simpatisan ISIS Bergerak Tanpa Jaringan
Eks Teroris Sebut Simpatisan ISIS Bergerak Tanpa JaringanSimpatisan ISIS menyerang polisi membabi-buta sendirian di Tangerang. cnn
RADARRIAUNET.COM - Mantan teroris dari kelompok Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, menyebut aksi teror simpatisan ISIS di pos polisi Tangerang dilakukan tanpa jaringan. Pelaku tidak berkelompok. Dia tergerak oleh kemauan sendiri untuk menyerang polisi.
 
Nasir menuturkan, belakangan aksi teror oleh simpatisan ISIS dilakukan per orangan. Individu-individu itu tidak bertemu dengan siapapun untuk merencanakan aksinya.
 
Mereka merasa “terpanggil” untuk melakukan serangan teror karena terpengaruh bahan bacaan, tontonan, dan diskusi di media sosial. Semua itu dianggap mampu membangkitkan semangat dan memberi motivasi diri untuk melakukan aksi teror.
 
“Ini salah satu ancaman zaman sekarang, yaitu terekrut sendiri dengan bahan bacaan, dan apa yang ditonton serta didiskusikan di media sosial. Kalau dia terpanggil, dia akan melakukan sesuatu,” kata Nasir kepada awak media di Jakarta, Jumat (21/10).
 
Nasir mengatakan, terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir pernah mengucapkan bahwa jihad pada zaman sekarang boleh dilakukan secara individu. Jihad tidak perlu berkelompok atau berjamaah.
 
“Secara individu boleh dilakukan, bahkan dengan melempar satu biji batu ke polisi itu sudah bisa dianggap sebagai jihad,” ujar pria yang pernah ikut pelatihan militer dengan kelompok militan di Afganistan pada usia 18 tahun itu.
 
Apabila jihad individu diyakini oleh mujahidin, kata Nasir, mereka tidak perlu menunggu merakit bom besar untuk melakukan beraksi. Serangan teror bisa langsung dilakukan dengan menggunakan bom sederhana atau senjata tajam, tidak melulu senjata api. 
 
“Ini bukan perubahan pola penyerangan, tapi di antara pola penyerangan, kelompok ISIS lebih memilih asasinasi bukan hanya menggunakan senjata api, tapi bisa juga dengan senjata tajam,” ujar Nasir.
 
Pada peristiwa di Tangerang kemarin, pelaku menyerang polisi secara membabi-buta seorang diri dengan menggunakan golok. Simpatisan ISIS itu telah merencanakan penyerangan itu.
 
Stiker berlambang ISIS yang ditempel pelaku di pos polisi diduga cara untuk mencuri perhatian agar aparat mendekat. Dengan begitu, pelaku lebih mudah menyasar mereka.
 
“Tujuan pelaku menempelkan stiker ISIS untuk memancing kemarahan polisi, bukan untuk menyebarkan stiker. Itu bagian dari yang direncanakan,” kata Nasir.
 
Eks pemimpin teroris Asia Tenggara ini menjelaskan, para simpatisan ISIS di Indonesia dalam merencanakan aksinya berbeda dengan kelompok teroris sebelumnya. Di bawah kepemimpinan Noordin M Top atau Dr Azhari, para teroris melancarkan aksi bom bunuh diri untuk menimbulkan efek atau kerusakan besar.
 
“Kelompok ISIS tidak seperti itu. Dia memilih menyerang secara individu. Bom yang dipakai juga terlihat sangat sederhana,” ucap pria yang dikenal sebagai instruktur pelaku Bom Bali I.
 
Pelaku di pos polisi Tangerang sempat melempar benda diduga bom meskipun tidak meledak. Ini juga terjadi pada kejadian teror di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, dan aksi teror di Solo. Alat peledak yang digunakan dinilai sederhana sekali.
 
Nasir menyayangkan para pelaku terduga teroris banyak yang tewas tak lama setelah kejadian. Akibatnya polisi tidak mendapatkan informasi tambahan dari pelaku untuk menelusuri kasusnya lebih dalam. 
 
Meski demikian, Nasir menganggap aparat kepolisian juga tidak bisa disalahkan. Polisi memiliki hak untuk mempertahankan diri dan melumpuhkan pelaku yang mengancam keselamatan mereka.
 
Aparat penegak hukum, kata Nasir, bisa mengusut dari kendaraan yang dipakai pelaku, keluarga, maupun temannya.
 
“Memang sangat disayangkan, tapi keamanan paling penting. Jangan bilang bangsa ini menyetujui setiap pelaku harus ditembak mati. Tidak begitu,” kata lelaki yang kini aktif mengampanyekan deradikalisasi itu.
 
Mabes Polri menyebut pelaku penyerangan polisi di Tangerang, Sultan Azianzah, merupakan kelompok teroris pimpinan Aman Abdurrahman, Jamaah Anshar Daulah.
 
"Cukup terkonfirmasi SA bagian dari sel jaringan Aman Abdurahman," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar.
 
Aman Abdurahman disebut-sebut sebagai pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Asia Tenggara kini menghuni salah satu lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan.
 
Awal bergabungnya Sultan dengan Jamaah Anshar Daulah ialah pada Juni 2015, saat ia menjenguk Aman Abdurahman di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
 
 
cnn/radarriaunet.com