RADARRIAUNET.COM - Kehadiran Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai operasi tangkap tangan di Kementerian Perhubungan, menurut Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, dapat menjadi pintu masuk membongkar praktik korupsi di bidang perizinan transportasi laut.
"Kehadiran Presiden sangat penting dan legitimasi dalam membongkar praktik korup di Kemhub bukan hanya bawahan tapi juga keterlibatan eselon 1 dan 2 di sana," kata Fickar saat dihubungi awak media, Rabu (12/11).
Kemarin, polisi menangkap tiga orang pegawai honorer, satu swasta, dan dua PNS golongan II D di ruangan Pelayanan Satu Pintu Kemhub. Mereka diduga sedang melakukan praktik suap perizinan buku pelaut. Polisi pun menyita uang Rp95 juta dan buku tabungan Rp1 miliar.
Fickar menegaskan kehadiran Presiden juga dapat menciptakan efek jera, dan menjadi simbol keseriusan pemerintah dalam membenahi budaya korupsi birokrasi. Menurutnya, maraknya praktik korupsi di birokrasi berada di tingkat pelaksanaan.
"Political will. Presiden hadir jadi lambang dan simbol ingin membersihkan sungguh-sungguh korupsi pelayanan jasa," katanya.
Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, kehadiran Presiden dicurigai sebagai upaya pencitraan.
Kecurigaan itu muncul karena Jokowi hadir di dugaan korupsi berskala kecil baik dalam jumlah suap maupun jabatan pelaku.
"Menurut kami ini sungguh ironi. Presiden hadir di OTT Kemhub, tapi diam di dugaan korupsi reklamasi Jakarta. Kami mencurigai ada upaya pencitraan," katanya.
Marthin juga mengatakan, dugaan praktik suap perizinan di Kemhub tidak ada selesai jika penelusuran hanya berhenti di PNS tingkat bawah. Menurutnya, Jokowi harus mendorong aparat penegak hukum untuk menelusuri dugaan keterlibatan pejabat teras yang mengetahui praktik suap namun tidak bertindak, atau bahkan diduga menikmati uang haram tersebut.
Dugaan Suap Kapal
Selain dugaan suap buku pelaut, menurut Marthin, aparat penegak hukum diharap juga membongkar dugaan korupsi perizinan kapal ikan yang bermasalah.
"Pengukuran kapal berada di kewenangan Kemhub, dan ini banyak terjadi markdown, penurunan ukuran kapal dari 100 GT ke 30 GT supaya dapat BBM subsidi dan bayar pajak kecil. Ini masalah besar yang harus juga dibongkar," katanya.
Dugaan korupsi izin kapal terlihat dari kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelar program pengampunan atau amnesti kepada nelayan yang melakukan markdown atau memalsukan/mengecilkan ukuran dan bobot kapal.
Program markdown amnesty ini hingga September tahun ini telah diikuti oleh 2.050 kapal di seluruh Indonesia. Markdown amnesty bertujuan untuk menertibkan dan mengendalikan usaha perikanan, yang diharapkan berimbas pada peningkatan Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dari 2.000 kapal lebih di seluruh Indonesia yang menjadi peserta markdown amnesty, 300 kapal di pesisir Jakarta, yakni Muara Angke, misal telah didaftarkan nelayan dan pengusaha perikanan untuk mengikuti program tersebut.
cnn/radarriaunet.com