RADARRIAUNET.COM - Seorang jurnalis asal Belanda tewas ditembak penembak jitu Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Sirte, Libya. Jurnalis foto ini sedang ditugaskan meliput konflik di kawasan tersebut, saat penembakan terjadi.
Disampaikan juru bicara operasi militer Al-Bunyan Al-Marsous, Reda Essa, seperti dilansir media, Senin (3/10/2016), jurnalis bernama Jeroen Oerlemans terkena tembakan di bagian dada oleh penembak jitu ISIS. Essa menyebut, Oerlemans tewas seketika di lokasi.
Namun tidak diketahui pasti kapan penembakan itu terjadi. Reuters melaporkan, Oerlemans bekerja sebagai jurnalis lepas untuk surat kabar Belgia versi online, Knack. Dalam keterangannya, seperti dilansir Reuters, Knack menyatakan pihaknya telah mendapat laporan soal tewasnya Oerlemans di Libya. Knack menegaskan, Oerlemans mengenakan rompi antipeluru saat bertugas di Libya.
Oerlemans sendiri pernah diculik oleh kelompok militan di Suriah pada tahun 2012. Oerlemans dan seorang jurnalis foto lainnya, John Cantlie yang bekerja untuk Sunday Times of London, diculik dan disekap selama seminggu, yakni pada 17-26 Juli 2012 sebelum akhirnya dibebaskan.
Sirte kini menjadi salah satu markas kuat ISIS di Libya. Milisi yang didukung militer Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan terhadap posisi ISIS di Sirte. Al-Bunyan Al-Marsous merupakan organisasi induk bagi milisi yang melakukan penyerbuan ke Sirte.
Para penembak jitu ISIS dan bom rakitan atau IED lebih banyak digunakan ISIS untuk mempertahankan wilayahnya di Libya yang mulai terdesak.
Seorang dokter yang bekerja di Sirte, Nabeel Aqoub, menuturkan kepada media pada September lalu, para anggota ISIS saat menyerang berusaha memastikan targetnya mati atau setidaknya tak mampu melakukan perlawanan lagi.
"Serangan penembak jitu biasanya ditargetkan pada tulang belakang. Mereka memiliki menembak di bagian tulang belakang karena bisa memicu cedera otak dan jantung, jika korban bertahan hidup, dia tidak akan bisa melawan lagi," sebut Aqoub.
Komisi Perlindungan Jurnalis (CPJ) menyebut Oerlemans sebagai jurnalis ke-10 yang tewas dalam konflik di Libya sejak tahun 2011.
"Jurnalis baru-baru ini bergerak ke Libya untuk meliput konflik dan pergolakan politik, tapi tetap saja Libya menjadi tempat yang sangat berbahaya. Kematian Jeroen Oerlemans menjadi pengingat bahwa mereka yang memberikan foto dan video dari garis terdepan seringkali membayar harga paling mahal," sebut Wakil Direktur Eksekutif CPJ, Robert Mahoney.
dtc/fn/radarriaunet.com