RADARRIAUNET.COM - Harga properti di Shanghai, China, memang belum menyamai Hongkong. Namun, bukan tidak mungkin, dalam beberapa tahun ke depan, keduanya bersaing bersama mencapai puncak tertinggi harga properti. Bukan tanpa alasan, Roky Lu menghitung, potensi pertumbuhan harga apartemen yang dipasarkannya sekitar 20 persen per tahun.
Lebih tinggi ketimbang pertumbuhan harga rata-rata properti di seluruh Shanghai yang menurut data Biro Statistik Nasional China berada pada tingkat stabil sekitar 2,4 persen-5 persen.
Pertumbuhan harga ini, menurut Roky, adalah yang tertinggi sejak masa-masa pendinginan yang dilakukan pemerintah China akibat over heating. Roky merupakan tenaga pemasar pada proyek Shanghai Bund House kembangan Green Town, anak usaha China Communications Construction Group (CCCG).
Shanghai Bund House yang berlokasi di kawasan elite Shanghai Bund, dirancang sebanyak 7 menara. Hingga awak media mengunjungi proyek ini, sudah empat menara terjual habis.
Padahal, harganya boleh dibilang selangit. Proyek ini dibanderol dengan harga Rp 300 juta per meter persegi hingga Rp 760 juta per meter persegi atau Rp 90 miliar sampai Rp 400 miliar.
Nyaris mendekati harga apartemen di Central Business District (CBD) Hongkong yang sudah mencapai Rp 1 miliaran per meter persegi.
"Harga properti Shanghai bisa jadi sejajar dengan Hongkong tak lama lagi.Sekitar dua tahunan. Karena per tahun saja di sini harganya mengalami kenaikan 20 persen," sebut Roky.
Kendati harganya tinggi, para pemilik bisnis (business owner), pesohor, investor dan pengendali saham tetap membelinya.
Dengan mengadopsi arsitektur dan interior berdesain klasik Hyde Park Inggris, Green Town menawarkan gaya hidup bak Ratu Elizabeth di Inggris sana. Hal-hal seperti ini, kata Roky, membuat bisnis dan investasi properti di Shanghai menggeliat kembali.
"Banyak investor dan pembeli macam stakeholders, pebisnis dan pesohor membeli dengan tunai keras.Hanya sedikit atau jarang menggunakan fasilitas kredit pemilikan apartemen (KPA)," imbuh Roky.
Kendati diserbu kalangan atas yang mapan secara finansial, namun Roky mengungkapkan belum satu pun orang kaya Indonesia yang membeli Shanghai Bund House.
"Kami berharap ada orang Indonesia yang membeli unit di sini," sebut Roky. Orang kaya Indonesia, menurut laporan Bloomberg yang mengutip data Urban Redevelopment Authority (URA), membeli sebanyak 30 poperti dengan nilai total 5 juta dollar AS atau setara Rp 65,8 miliar selama kurun 8 bulan (Januari-17 Agustus 2016).
Tentu saja, ini peningkatan yang sangat signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya 8 properti dibeli warga negara Indonesia (WNI).
Sementara angka lebih banyak diperlihatkan Cushman and Wakefield. Dalam laporannya, mereka menyebut selama semester I-2016, WNI membeli 189 properti atau naik 23 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Lonjakan transaksi ini bertepatan dengan berlakunya UU Amnesti Pajak yang bertujuan memulangkan dana sekitar 300 miliar dollar AS (Rp3.954 triliun) yang pindah ke Singapura selama periode kerusuhan.
kps/fn/radarriaunet.com