RADARRIAUNET.COM - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo angkat bicara menanggapi gugatan yang diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) atas kebijakannya membatalkan 3.143 Peraturan Daerah sepanjang tahun ini.
Ia mengatakan pembatalan ribuan perda telah sesuai konstitusi yakni Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 18 UUD 1945.
Tjahjo menyebutkan, sesuai isi pasal 18 UUD 1945, pemerintah daerah merupakan bagian dan harus menjalankan kebijakan sesuai pemerintah pusat.
Oleh karena itu, pembatalan beberapa perda dapat dilakukan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemdagri, jika peraturan di daerah dianggap bertentangan dengan visi dan arah program yang dicanangkan.
"Dalam konstitusi sudah menegaskan bahwa daerah adalah bagian dari pusat sehingga kebijakan atau perda-perdanya harus sejalan dengan kebijakan pusat. Agar tidak menyimpang maka harus diawasi dengan model preventif maupun represif," kata Tjahjo di Jakarta, Jumat (9/9).
Pembatalan itu, menurut Tjahjo juga sejalan dengan fungsi Kementerian Dalam Negeri sebagai pengawas kebijakan daerah.
"Saat perumusan pasal-pasal tentang perda tersebut, basisnya adalah pengawasan pemerintahan karena Presiden adalah penanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahaan, sehingga semua kebijakan daerah dalam rangka desentralisasi dan pemda harus diawasi oleh pemerintah pusat," ujarnya.
FKHK menggugat Kemdagri atas pembatalan ribuan perda pada Rabu (6/9).
Dalam gugatannya, FKHK menggugat UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Ketua Umum FKHK Saifudin Firdaus mengatakan, gugatan yang diajukan mempersoalkan wewenang dari Kemdagri dalam membatalkan sebuah peraturan yang disusun pemerintah daerah. Menurutnya, kewenangan membatalkan atau menguji perda seharusnya ada di tangan Mahkamah Agung, sesuai Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.
FKHK juga menilai kewenangan pemerintah membatalkan perda rentan ditunggangi kepentingan politik kekuasaan.
"Teori check and balance ketika menjaga negara kesatuan memang sepakat. Tapi ketika eksekutif review ini menyeluruh semua ke semua perda, bukan raperda, itu menunjukkan kekuasaan eksekutif sangat luas. Nah, bagaimana menjaga NKRI tersebut, itu bisa melalui Mahkamah Agung," tutur Saifudin.
cnn/radarriaunet.com