Belajar Mengenal Setan

Administrator - Kamis, 08 September 2016 - 15:00:10 wib
Belajar Mengenal Setan
ilustrasi. kps

RADARRIAUNET.COM - Selama ini yang dianggap penting adalah belajar berbagai ilmu pengetahuan umum dan agama. Bahkan, karena agama dianggap lebih penting dan jangan sampai diremehkan, muncul madrasah dan pondok pesantren yang lebih banyak mengajarkan agama dibanding ilmu pengetahuan umum.

Sementara itu, lulusan sekolah umum jika sampai minimal S-1 sering disebut sebagai intelektual. Sedangkan, lulusan madrasah dan pondok pesantren disebut ulama. Namun, tidak sedikit intelektual dan ulama ketika menjadi pejabat ternyata terlibat korupsi. Bahkan, ada juga yang menjadi teroris.

Karena itu, masyarakat sering bertanya-tanya, mengapa mereka yang disebut intelektual dan ulama bisa terlibat korupsi dan terorisme yang notabene kejahatan luar biasa? Apakah karena kurang mengenal setan yang terus menggoda manusia untuk berbuat dosa?

Maka, wajar saja jika kemudian muncul wacana perlunya belajar mengenal setan. Dalam hal ini, belajar mengenal setan sangat penting agar tidak sekali-sekali tergoda rayuan setan.

Sangat ironis jika sudah disebut intelektual atau ulama, tapi ternyata masih saja mudah tergoda rayuan setan. Namun, hal itu terjadi mungkin karena mereka tidak pernah serius belajar mengenal setan atau meremehkan masalah persetanan. Faktanya, jika seorang intelektual atau ulama ketika menjadi pejabat tiba-tiba terlibat korupsi, lazimnya akan bergumam, "Persetan, yang penting mendapatkan banyak uang."

Jika ditarik lebih jauh, istilah persetan juga bisa menjadi tanda pasrah terhadap rayuan setan dalam berbagai kejahatan lain. Begitulah. Makin sering istilah persetan diserukan atau digumamkan oleh kaum intelektual atau ulama yang berkuasa, tapi telah tunduk oleh rayuan setan, semakin sering pula terjadi kejahatan luar biasa.

Fakta buruk tersebut harus dimaknai sebagai bukti bahwa memiliki pengetahuan umum dan agama bisa berbahaya jika tidak mengenal setan. Karena itu, sekali lagi, betapa penting belajar mengenal setan, terutama bagi intelektual dan ulama yang memiliki kekuasaan maupun kekuatan bersenjata agar tidak sampai bilang persetan.

Belajar mengenal setan adalah belajar mengenal musuh abadi manusia. Hal ini harus dianggap sangat penting, tapi bisa dilakukan dengan cara mengenal nafsu buruk karena setan merayu manusia untuk berbuat jahat dengan membangkitkan nafsu buruk.

Nafsu buruk
Merujuk data empiris, ada komunitas di dunia ini yang mengaku tidak menganut agama-agama yang diresmikan pemerintah, tapi ternyata perilaku hidupnya sangat baik karena sangat mengenal nafsu-nafsu buruk.

Misalnya, kelompok Sedulur Sikep atau penganut Saminisme di sejumlah daerah. Mereka punya ajaran hidup yang sederhana yang fokus pada pengenalan dan pengendalian nafsu buruk dalam diri manusia.

Mereka selalu mendidik keturunannya agar selalu berusaha mengendalikan nafsu buruk seperti iri, benci, dusta, dan culas. Bahkan, mereka tidak akan mengambil sesuatu benda milik orang lain yang jatuh di suatu tempat yang ditemukannya. Misalnya, jika melihat dompet tergeletak di tengah jalan, mereka tidak akan mengambilnya karena itu bukan miliknya.

Sikap ini menunjukkan betapa mereka tidak ingin keliru bertindak meski niatnya untuk mengamankan dompet yang bisa jadi dianggap hilang oleh pemiliknya. Biarlah pemiliknya mencarinya dan menemukannya sendiri. Jika tidak ada orang lain yang mengambilnya, pasti dompet itu akan mudah ditemukan lagi oleh pemiliknya.

Dengan kata lain, jangankan mencuri, menemukan (mengambil dengan niat mengamankan yang bukan haknya) tidak akan dilakukan. Bisa dipastikan, jika semua manusia di muka bumi bersikap demikian, tidak akan ada pencopet, pencuri, perampok, atau koruptor.

Dalam lingkungan semua umat beragama, sebetulnya ada pelajaran mengenal setan dengan mengendalikan nafsu-nafsu buruk, seperti yang dipaparkan di dalam rumus-rumus sufisme yang bermuara membentuk manusia yang ikhlas. Dalam hal ini, setan tidak akan mampu menggoda manusia yang hidup dan ibadahnya selalu ikhlas.

Sayangnya, tidak semua sekolah umum, madrasah, dan pondok pesantren mengajarkan sufisme. Maka, jika ternyata ada lulusan sekolah umum atau lulusan madrasah dan pondok pesantren yang menjadi pejabat dan kemudian korupsi, itulah bukti sufisme belum dipelajari untuk dihayati.

Dengan demikian, layak disarankan agar semua sekolah umum, termasuk madrasah dan pondok pesantren, juga mengajarkan sufisme untuk dihayati dalam rangka belajar mengenal setan. Rumus-rumus ajaran sufisme untuk murid sekolah dasar tentu bisa disederhanakan agar mudah dipelajari dan dihayati.

Jika sejak kecil anak-anak sudah belajar mengenal setan dengan belajar sufisme, mereka akan hidup dengan baik. Dalam hal ini, belajar mengenal setan dengan belajar sufisme bisa dilakukan di luar sekolah karena semuanya bisa dikemas dalam bentuk buku cetak maupun buku digital yang bisa dibaca di mana saja dan kapan saja.

Dengan kata lain, anak-anak kalau perlu memang diharuskan sekolah sehari penuh (pagi hingga siang di sekolah umum dan sore hingga malam di madrasah diniyah atau pondok pesantren) untuk membuatnya menjadi manusia yang baik, yakni manusia yang mengenal setan terkutuk yang harus dijauhi dengan serius dan mengenal Tuhan terpuji yang harus disembah dengan ikhlas.


Asmadji As Muchtar
Wakil Rektor III Universitas Sains Al-Quran Wonosobo, Jawa Tengah/rol