RADARRIAUNET.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menelaah fakta persidangan tersangka penerima suap mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi terkait dengan dugaan keterlibatannya dalam putusan perkara perdata sengketa kepengurusan Partai Golkar.
"Berdasarkan informasi itu, KPK akan melihat lebih lanjut dan melakukan penelusuran," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Senin (8/8).
Selain menelusuri dugaan keterlibatan Rohadi, Laode berkata, KPK juga berencana akan memeriksa kembali mantan Ketua PN Jakut Sareh Wiyono terkait dengan uang Rp700 juta yang ditemukan di dalam mobil pribadi Rohadi.
Manurut Laode, pemeriksaan ulang terhadap Sareh yang kini duduk di Komisi II DPR Fraksi Gerindra dilakukan untuk mengkonformasi sejumlah informasi yang berkaitan dengan uang Rp700 juta dan putusan perkara perdata sengketa kepengurusan partai Golkar yang kala itu disidang di PN Jakut.
"Hal hal itu yang akan kami konfrimasi dan periksa lagi," ujarnya.
Meski demikian, ia menyatakan, KPK belum menerbitkan surat penyelidikan baru berkaitan dengan sejumlah fakta tersebut. Selain masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan, KPK juga masih menunggu fakta persidangan lain.
Sebelumnya, KPK menyita uang Rp700 juta dan Rp250 juta dalam operasi tangkap tangan terhadap Rohadi. KPK menduga uang suap Rp250 juta merupakan uang suap perkara vonis kasus pencabulan yang dilakukan pendangdut Saipul Jamil.
Sementara uang Rp700 juta diduga merupakan bagian dari rangkaian suap yang diterima Rohadi, termasuk diduga terkait putusan perkara perdata sengketa kepengurusan Golkar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Rohadi merupakan Panitera dalam kasus sengketa perdata kepengurusan partai Golkar yang disidangkan di PN Jakut tahun 2015. Dalam kasus perdata itu, DPP Munas Bali yang diketuai Aburizal Bakrie melayangkan gugatan terhadap DPP Munas Ancol yang diketuai oleh Agung Laksono. Gugatan kubu Aburizal terdaftar dengan nomor 91/Pdt.G/2015/PN Jkt.Utr.
Dalam putusan yang dibacakan Jumat (24/7) tahun lalu, Hakim Katua Lilik Mulyadi dan dua hakim anggota, yaitu Ifa Sudewi dan Dasma menyatakan, Munas Ancol merupakan perbuatan melanggar hukum dan menyatakan hal-hal yang dihasilkan di dalam Munas Ancol tidak sah, serta tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
Selain di PN Jakut, Golkar kubu Aburizal juga mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2015 tanggal 23 Maret 2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Komposisi dan Personalia DPP Golkar dengan termohon Menkumham, Agung Laksono, dan Zainudin Amali.
Kasasi yang diputus pada 20 Oktober 2015 oleh Ketua Majelis Imam Soebechi, serta dua anggota majelis Irfan Fachruddin dan Supandi itu memenangkan kubu Aburizal.
Namun, dalam sidang suap mantan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna diketahui bahwa dia diminta oleh Taufiq, selaku besan mantan Sekretaris MA Nurhadi Abdurrachman untuk memantau perkara itu.
Dalam percakapan WhatsApp antara Andri dan Taufiq pada 29 September 2015 yang diputar di persidangan menunjukkan Taufiq bertanya kepada Andri soal kemungkinan "bermain" dalam perkara itu. AL diduga sebagai salah satu petinggi Partai Golkar.
Taufik: Gimana AL, kita bisa disamping2 aja? kalau Medan, kita diminta yang pegang
Andri: Iya, AL kita main pinggir2 aja bos. Oke yang Medan kita berjuang
Andri: Bagaimana kabar bos
Taufiq: Alhamdulillah sehat. Cuma kloter sebelum saya, JKS 61 hampir seratus orang blm ada kabar. Aku JKS 62
Taufiq: Kalau udah ada nomor sepatu pinggiran, aku dikabari segera bos
Andri: No.490K/TUN/15 bos. Semoga bos dikasih sehat dan urusan kita lancar semua. Amin
Taufiq: Insya Allah
Andri: Semoga main pinggir kita lancar
Taufiq: Ya. Kalau sudah bisa mulai kabari aku. Nanti aku kontak ybs
Andri: Ya bos. Sudah kita mulai hari ini. Itu nomor kita dapat duluan.
Yul/cnn/lex/RR-H24