Jakarta (RRN) - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan akan mendalami peran mantan Wakil Presiden Boediono dalam kasus Century. Terlebih, penanganan kasus ini telah dipraperadilankan.
"KPK sedang mempelajari dan mendalami keterlibatan pihak-pihak lain," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif pada awak media (11/3/2016).
Dia menegaskan, Lembaga Antikorupsi tak akan segan memeriksa pihak manapun, termasuk Boediono. Namun, KPK tetap berhati-hati dalam menangani perkara ini. "Akan dilihat semua yang disebutkan tapi KPK juga akan meneliti peran masing-masing," jelas dia.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan meminta KPK mempercepat penuntasan perkara korupsi Century yang sudah berkekuatan hukum tetap. Hal ini berkaitan dengan praperadilan yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).
Praperadilan diajukan terhadap KPK terkait belum ditetapkannya Boediono dengan kapasitasnya sebagai gubernur Bank Indonesia (BI) dalam perkara Century. Hakim pun KPK diminta mengedepankan kesadaran etika hukum dengan mempercepat proses penuntasan perkara korupsi Century.
"Sehingga yang diperlukan adalah kesadaran untuk mempercepat proses hukum," kata hakim tunggal Martin Ponto Bidara membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel, Kamis 10 Maret.
Hakim Martin memutuskan menolak praperadilan ini. Hakim menilai gugatan tersebut terlalu prematur karena KPK baru menerima salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Januari 2016.
"Putusan kasasi Mahkamah Agung atas nama Budi Mulya yang dalam indikasinya ada keterlibatan Boediono, sampai saat ini masih dianalisa termohon, karena antara diterimanya putusan Mahkamah Agung oleh termohon dengan praperadilan ini, hanya terpaut satu bulan," ujar Martin.
Dalam pertimbangannya, Hakim menyebut, tidak ada bukti yang menunjukan KPK menghentikan penyelidikan dan penyidikan perkara Century. Namun, KPK juga harus memiliki kesadaran untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Ketua MAKI Boyamin Saiman mengatakan, bakal mempraperadilankan KPK kembali. Jika dalam waktu 3 bulan sejak putusan tersebut dibacakan, KPK belum mentersangkakan Boediono.
"Karena, dalam pertimbangannya hakim menyebut gugatan ditolak karena jarak waktu antara KPK menerima salinan putusan MA dengan gugatan ini hanya sebulan, sehingga dipahami KPK masih butuh waktu untuk mendalami dan menganalisa," kata Boyamin.
Sementara, Mahkamah Agung telah mengirim salinan putusan kasasi terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Budi diketahui terjerat korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Salinan putuskan mencantumkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan terhadap Budi Mulya. Vonis diketok palu oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Artidjo Alkostar pada April 2015. Budi pun kini telah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Sebelumnya, Budi Mulya selaku mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa merugikan perekonomian negara sebesar Rp689 miliar dalam pemberian FPJP. Dia juga didakwa merugikan negara sebesar Rp6,762 triliun dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dalam dakwaan pemberian FPJP ke Bank Century, Budi Mulya melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum itu bersama-sama dengan beberapa orang. Mereka adalah Boediono selaku gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku deputi gubernur senior Bank Indonesia, Siti Chalimah Fadjrijah selaku deputi gubernur bidang pengawasan bank umum dan bank syariah, S. Budi Rochadi selaku deputi gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR, dan Perkreditan, Hermanus Hasan Muslim, serta Robert Tantular.
Dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya melakukannya juga bersama-sama pihak lain. Mereka adalah Muliaman Dharmansyah Hadad selaku deputi gubernur bidang kebijakan perbankan/stabilitas sistem keuangan sekaligus selaku anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Hartadi Agus Sarwono selaku deputi gubernur bidang kebijakan moneter, Ardhayadi Mitroatmodjo selaku deputi gubernur bidang logistik, keuangan penyelesaian aset, sekretariat, dan KBI, serta Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Budi dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan. Sementara itu, pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Negeri memutus lebih rendah dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa itu terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
MTVN/ RRN