Jakarta (RRN) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terus menelurusi adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Sejauh ini, sebanyak 30 saksi telah diperiksa.
"Jadi perlu kami sampaikan bahwa sampai dengan saat ini KPK telah meminta keterangan kepada sekitar 30 orang. Jadi proses penyelidikan masih berjalan," kata Kepala Bagian Pemberitaan Priharsa Nugraha dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan H. R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2016).
Dari 30 saksi ini, kata Priharsa, di antaranya berasal dari pihak Rumah Sakit Sumber Waras dan pihak Pemprov DKI. Namun, ia belum mau menjelaskan secara rinci pihak-pihak yang diperiksa.
"Saya mesti cek dulu secara persis siapa-siapa saja yang dimintai keterangan itu," ucap dia.
Dalam proses penyelidikannya, pria yang akrab disapa Arsa ini memastikan tak ada motif politik. KPK, kata dia, merupakan lembaga independen dan tidak bergantung pada momentum-momentum tertentu karena ini merupakan masalah penegakan hukum.
Kasus dugaan korupsi di Rumah Sakit Sumber Waras ini memang kencang disebut sarat nuansa politis. Terlebih, kasus yang diduga menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ini baru digulirkan menjelang pelaksanaan pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017.
"Jadi mesti proporsional juga, tidak lantas jika ada berita-berita yang menyebutkan KPK belum menemukan adanya tindak pidana dianggap KPK tidak form dalam melaksanakan tugas," kata dia.
Menurut dia, KPK sangat berhati-hati dalam menaikan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Bahkan, penyidik sudah berulang kali melakukan ekspose terhadap kasus ini bersama dengan Pimpinan KPK. Namun, belum ditemukan adanya dugaan kasus korupsi.
"Mengenai ekspos secara berkala ada jadwal ekspose penyelidikan antara pimpinan dengan bagian penindakan. Jadi tidak tepat jika dihubung-hubungkan dengan pilgub tadi," tandas dia.
BPK sebelumnya telah menyerahkan hasil audit investigasi terkait pembelian lahan RS Sumber Waras ke KPK pada 7 Desember lalu. BPK menemukan enam penyimpangan.
Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi menjelaskan, penyimpangan sudah terjadi dari tingkat perencanaan. "Perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan, pembentukan harga, dan penyerahan hasil," kata Eddy pada 7 Desember lalu.
BPK menilai pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras seluas 3,7 hektare untuk dibangun pusat pengobatan kanker dan jantung itu merugikan Pemprov DKI Jakarta sebanyak Rp191 miliar. Selisih harga tersebut terjadi karena perbedaan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada lahan di sekitar dengan lahan rumah sakit.
BPK mengindikasikan adanya penggelembungan harga dalam pembelian tanah. Mereka pun memanggil sejumlah pihak, mulai dari Gubernur DKI Ahok, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, hingga Ketua DPRD DKI Ferrial Sofyan untuk dimintai keterangan.
MTVN