Pendeteksian dan Monitoring Kebakaran Hutan/Lahan Menggunakan Teknik Remote Sensing

Administrator - Sabtu, 03 Oktober 2015 - 11:10:26 wib
Pendeteksian dan Monitoring Kebakaran Hutan/Lahan Menggunakan Teknik Remote Sensing
Husnul Kausarian

Penulis: Husnul Kausarian
RADAR OPINI - PEMBAKARAN biomassa atau yang lebih dikenal sebagai pembakaran hutan dan lahan, telah menjadi metode tradisional untuk membersihkan lahan perkebunan di Asia Tenggara serta di belahan daerah Indonesia khususnya di daerah Riau, Indonesia. Aktifitas pembersihan lahan dengan pembakaran ini lalu menjadi masalah ketika dilakukan secara masif mengakibatkan terjadinya pelepasan asap yang mengandung zat-zat polutan yang terperangkap di ruang udara daerah Riau, sehingga menimbulkan persoalan baru yang dikenal dengan istilah bencana asap.


Hal ini semakin diperparah dengan kondisi tanah yang dibersihkan melalui pembakaran, dimana tanah tersebut merupakan lahan gambut yang akan turut terbakar karena properti lahan gambut yang terdiri dari pengendapan hasil proses pelapukan tumbuhan yang notabene sangat mudah terbakar. Proses pembakaran lahan ini biasanya dilakukan pada saat musim kering, dan bertambah ekstrim karena bertepatan dengan fenomena angin panas El Nino Southern Oscillation (ENSO), sehingga menyebabkan kebakaran menjadi lepas kontrol mengakibatkan polusi udara lintas batas yang parah dalam bentuk kabut asap.


Di provinsi Riau, peristiwa kebakaran lahan menjadi suatu permasalahan yang telah menahun belum terpecahkan. Kebakaran menjadi sangat parah hingga menyebabkan banyak provinsi tetangga hingga negara asia tenggara terpengaruh oleh kabut asap tebal.


Deteksi dan Pemantauan Titik Api Menggunakan Satelit Remote Sensing


Istilah pemantauan titik api / Hotspot saat ini sudah akrab di telinga masyarakat Riau. Di televisi, sering kita mendengar pemantauan titik api menggunakan satelit NOAA. Memiliki nama lengkap NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) merupakan satelit buatan negeri Paman Sam. Spesifikasi satelit ini terdiri 4 Spectral Band dengan daerah cakupan setiap kali pengamatan seluas 2000 kilometer persegi. Selain itu, satelit ini memiliki resolusi spasial (tingkat ketelitian terkecil) 1,1 kilometer persegi dengan frekuensi pengamatan adalah setiap hari. Aplikasi yang penting dari satelit ini adalah mendeteksi emisi panas. Emisi panas inilah yang digunakan sebagai acuan untuk mengenal pasti titik api atau hotspot tersebut.


Namun begitu, satelit NOAA ini bukan merupakan satelit yang sempurna, terdapat beberapa kekurangan pada satelit ini seperti resolusinya yang terlalu rendah (besar dari 1 km) sehingga, jumlah hotspot yang terdeteksi tidak dapat ditentukan secara tepat. Karena resolusi yang lebih dari 1 kilometer ini, menyebabkan kesalahan geo-lokasi yang berakibat pada pemastian lokasi kebakaran yang tidak sesuai dengan lokasi sebenarnya. Selain itu, sistem peringatan/alarm titik api banyak mengalami kesalahan yang diakibatkan oleh panas matahari dan panas alami permukaan tanah, bukan dari panas titik api. Oleh karena itu diperlukan analisa tambahan yang didapat dari data satelit lainnya agar mendapatkan hasil analisa yang sempurna untuk menentukan langkah penanggulangan bencana kebakaran lahan secara tepat dan cepat agar “produksi” berupa asap beracun ini tidak menjadi konsumsi yang menghasilkan penyakit bagi masyarakat.


Banyak jenis-jenis satelit yang bisa digunakan untuk mengamati kebakaran lahan. Satelit Remote Sensing menawarkan alat yang berguna untuk memantau kebakaran, manajemen dan penilaian kerusakan yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan/lahan. Dalam satelit Remote Sensing, informasi tentang permukaan bumi dan atmosfer diperoleh dengan pengakuisisian data menggunakan sensor yang dipasang di sistem satelit yang mengorbit pada bumi.


Dibandingkan dengan metode konvensional pengumpulan informasi yang berdasarkan tinjauan lapangan secara langsung, Remote Sensing satelit memberikan keuntungan sebagai berikut:


1. Cakupan area yang luas,
2. Cakupan yang sering dan berulang-ulang dari suatu daerah tertentu,
3. Pengukuran kuantitatif fitur tanah menggunakan sensor radiometris yang dikalibrasi,
4. Pandangan sinoptik peristiwa dalam kaitannya dengan lingkungan.
5. Pengolahan komputerisasi semi-automatis dan analisisnya, dan
6. Biaya yang relatif rendah per satuan luas cakupan.


Beberapa satelit Remote Sensing yang tersedia saat ini, memberikan citra yang cocok untuk penelitian kebakaran hutan dan pemantauan kebakaran. Setiap platform sensor satelit ini ditandai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam akuisisi citra, resolusi spasial dari sensor, cakupan area dan seberapa sering lokasi tertentu di permukaan bumi yang dapat dicitrakan oleh sistem pencitraan yang diberikan oleh satelit.


Mengetahui Secara Tepat Area yang Terbakar


Daerah yang dilanda kebakaran dapat dibedakan dalam citra penginderaan jauh karena kontras yang kuat membedakannya dengan daerah yang tidak terbakar. Satelit menghasilkan citra yang memberikan informasi tentang batas spasial/ruang dan distribusi daerah yang dilanda kebakaran dan total luas terbakar. Luas area yang terbakar, bersama dengan informasi tutupan lahan, menjadi acuan dasar untuk memperkirakan emisi karbon dioksida dan gas-gas lain yang terhasil yang memiliki peran sebagai faktor perubahan iklim atau yang biasa dikenal sebagai kabut asap, serta penilaian kerusakan yang ditimbulkan oleh api yang berdampak terhadap pelemahan ekonomi, lingkungan dan yang terpenting kesehatan masyarakat.


Peta tutupan lahan yang terbakar maupun tidak terbakar dapat dihasilkan dari citra remote sensing dengan menganalisa reflektansi dari berbagai jenis tutupan lahan. Peta tutupan lahan berguna dalam memastikan jenis tanah yang terkena kebakaran untuk selanjutnya bisa dilakukan pemadam kebakaran dan manajemen api yang efektif, serta menilai kerusakan yang terjadi akibat kebakaran lahan.


Monitoring Kebakaran Hutan/Lahan Secara Real-Time (Waktu Nyata Saat Terjadi)


Operasi pemantauan lahan yang terbakar harus menggunakan satelit yang mempunyai cakupan yang luas dan secara Rela-Time agar mendapatkan area yang besar dan memiliki resolusi citra yang tinggi terhadap wilayah yang terbakar sehingga bisa mendapatkan informasi secara tepat lokasi yang terbakar dan jumlah titik api yang ada. Dengan citra satelit, secara akurat bisa menemukan titik api (hotspot) di lokasi yang terbakar seperti hutan, rawa gambut, atau perkebunan sehingga tindakan pemadaman titik api bisa segera dilakukan, penyebab kebakaran bisa diketahui dan pelaku pembakaran bisa dikenal pasti, sehingga tidak ada lagi saling lempar tudingan tentang dimana lokasi pembakaran, bagaimana terjadinya pembakaran dan siapa yang melakukan pembakaran.


Penggunaan citra satelit, harus disesuaikan dengan kondisi kebakaran yang terjadi, seperti penentuan secara tepat lokasi kebakaran lahan. Oleh karena itu penggunaan data satelit yang saling menutupi kekurangan dan kelemahan data satelit lainnya adalah sangat perlu dilakukan, sehingga manajemen dan penannggulangan bencana kebakaran hutan yang menghasilkan racun buat pernapasan dan perkembangan sel otak generasi mendatang bisa diatasi dengan cepat dan tepat. Semoga bencana asap yang sudah menahun diderita rakyat Riau segera hilang dari bumi tercinta ini.

 Husnul Kausarian adalah Dosen Universitas Islam Riau, saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di Chiba University, Jepang