Oleh : Bambang Setyawan
Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) sekaligus mantan Menteri BUMN era kepemimpinan Presiden SBY yang saat ini tengah didera musibah akibat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, sepertinya punya cara sendiri untuk curhat.
Pria berumur 64 tahun yang dikenal sebagai juragan media cetak dan elektronik ini, rupanya enggan memanfaatkan media miliknya untuk menjadi corong pembelaan atas kasus yang menimpa dirinya. Ia lebih suka menggunakan media online berlabel gardudahlan.com guna menayangkan segala kegundahan hatinya.
Sebagaimana diketahui, Dahlan Kamis (4/6) lalu diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebagai saksi atas dugaan korupsi 21 gardu listrik induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Hampir 9 jam juragan berbagai media ini menjalani pemeriksaan, hingga akhirnya Jumat (5/6) statusnya selaku saksi langsung ditanggalkan penyidik. Pasalnya, pihak penyidik menganggap Dahlan memiliki keterlibatan atas korupsi di mega proyek senilai Rp 1,063 triliun tersebut dan akibatnya ia ditetapkan menjadi tersangka.
Sepertinya mantan wartawan yang kenyang asam garam belantara jurnalistik ini, sepertinya enggan larut dalam kesedihan. Baginya, status tersangka tak harus membuat denyut kehidupannya terhenti. Dan, label tersangka merupakan konsekuensi logis dari jabatannya selaku Dirut PLN (Persero) yang saat proyek bermasalah itu direalisasi, dirinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Laki- laki yang semasa menjadi pejabat negara dikenal sangat bersahaja tersebut, pada awalnya enggan menggunakan jasa lawyer dalam menghadapi persoalan serius yang menimpanya. Namun, setelah mendengarkan berbagai saran para sahabatnya, akhirnya ia menunjuk Prof.Dr.Yusril Ihza Mahendra SH.M.Sc untuk mendampinginya di tingkat penyidikan hingga persidangan nanti.
Tak Gunakan Jawa Pos Group
Membuka curhatnya, Dahlan menegaskan, bahwa selaku owner Jawa Pos Group bisa dipastikan ada yang mengira ia akan menggunakan media asal Jawa Timur itu menjadi corong dalam menghadapi perkara gardu induk PLN. Menurutnya, hal itu tak akan dilakukannya karena dirinya sudah bukan lagi pimpinan Jawa Pos Group, tepatnya sejak mengalami sakit delapan tahun lalu. Kendati memiliki saham di situ, tapi dalam perusahaan modern, pemegang saham dengan manajemen harus terpisah.
Alasan kedua, Jawa Pos Group akan dibiarkan menjadi corong bagi siapa pun, tapi jangan menjadi corong dirinya. Ia belajar dari pengalaman masa lalu yang ternyata hal itu kurang baik, mungkin tidak akan berjalan ideal, tapi dirinya menyadari bahwa kini masyarakat sudah sangat cerdas dan kritis.
Dalih ketiga , sekarang sudah ada internet. Opini- opini pribadi, kepentingan- kepentingan pribadi, aspirasi pribadi bisa disalurkan melalui media online. Tanpa harus mengganggu media publik yang seharusnya menjadi milik publik. Telah banyak tokoh yang memilih dan melakukan cara ini (menyampaikan aspirasinya melalui internet), terutama bagi tokoh yang merasa aspirasinya tidak tertampung di media publik.
Karena tak mau menjadi beban bagi jawa Pos Group, maka, selanjutnya sebagai “corong pribadi” Dahlan meluncurkan : gardudahlan.com. Ia akan menyalurkan keterangan melalui gardudahlan itu. Ia tidak bakal memberikan wawancara pers, tentunya termasuk kepada Jawa Pos Group. Baginya, dirinya tak menginginkan adanya pihak – pihak yang salah paham karena keterangan yang kurang pas. Untuk itu, media diijinkan mengutip keterangan di gardudahlan.com.
Menurut Dahlan, gardudahlan tak akan digunakan untuk menyerang, memaki, menfitnah dan memojokkan siapa pun. Ia hanya menggunakannya untuk menjelaskan duduk persoalan, tentunya secara subyektif. Terkait hal tersebut, dirinya bakal meluncurkan penjelasan namun tidak setiap hari. Sebab, rumitnya persoalan biasanya hanya bisa dijelaskan melalui cerita yang panjang. Meski begitu, pihaknya mengusahakan penjelasan pendek- pendek.
Lebih jauh sebenarnya Dahlan menghendaki gardudahlan bersifat interaktif, tapi dari pengalamannya di twitter, banyak sekali serangan yang tidak mungkin bisa diklarifikasi. Karena, serangan itu dilakukan oleh mesin. Jadi, kendati diberikan penjelasan beberapa kali, hasilnya tetap sia- sia.
Di dunia twitter, kata Dahlan, seseorang bisa menyerang siapa pun dengan cara meminta mesin untuk melakukannya. Tinggal order saja, serangan mau dilakukan berapa hari sekali atau beberapa bulan, topiknya sama dan kalimatnya juga sama. Karena itulah, ia memilih menggunakan gardudahlan.com.
Menyinggung soal proyek- proyek gardu induk PLN yang dibiayai uang negara (APBN), Dahlan menjelaskan proyek tersebut ditangani Pejabat Pembuat Komitmen (P2K), didampingi Pengguna Anggaran (PA) yakni Menteri ESDM, karena dirinya menjabat sebagai Dirut PLN (Persero), maka ia menjadi KPA.
Dalam hal ini, pejabat- pejabat di PLN diangkat menjadi P2K oleh Menteri ESDM, karena sebagai PA. Mengapa yang mengangkat pelaksana proyek adalah Menteri ESDM ? Sebab, regulasinya sesuai Kepres 54/2010 memang begitu. Diakui, wewenang P2K sangat luar biasa. Karena, P2K berwenang melakukan lelang/tender, menentukan pemenang, membuat dan menandatangani kontrak, melaksanakan pekerjaan sekaligus melakukan pembayaran.
Untuk melakukan semua wewenang yang besar itu, tutur Dahlan, P2K tak perlu meminta persetujuan KPA (Dirut PLN), karena ketentuannya memang begitu. Implikasinya, Dahlan tak mencampuri lelang, siapa pesertanya, siapa pemenangnya serta bagaimana pengadaan barangnya. Demikian pula saat dilakukan pembayaran, lagi- lagi tidak perlu meminta persetujuan dirinya.
Seakan ingin melakukan pembelaan, Dahlan menjelaskan ia di PLN hanya 22 bulan, otomatis ketika dilakukan pembayaran (pencairan), dirinya sudah tidak menjabat sebagai Dirut. Dalam hal ini, P2K hampir setiap bulan menggelar rapat dengan Kementerian ESDM, celakanya, kendati harusnya Dahlan ikut hadir, namun dia mengaku belum pernah sekali pun menghadiri rapat koordinasi itu.
Dahlan sepertinya sudah siap pasang badan untuk menanggung perbuatan para mantan anak buahnya, ia berencana di persidangan nanti tak akan melakukan eksepsi atau pledoi. Dirinya mempersilahkan jaksa menunjukkan barang bukti, hakim mendengarkan saksi- saksi. Bila hakim menilainya bersalah, Dahlan mengaku ikhlas masuk penjara.
Dari apa yang disampaikan Dahlan di gardudahlan ini, sepintas saya menilai pria kelahiran Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini relatif bersih dari keterlibatan dugaan korupsi mega proyek senilai Rp 1,063 triliun itu. Meski apa yang ia tuturkan masih bersifat subyektif, namun mengingat rekam jejak Dahlan yang sangat jauh dari skandal, jujur saja saya ragu apakah dirinya layak menyandang status sebagai koruptor ?
Memang, seandainya Dahlan tetap keukeuh menjadi juragan Jawa Pos Group, enggan ditunjuk menjadi Dirut PLN (Persero) mau pun Menteri BUMN, dirinya tak akan menuai jeratan hukum. Ia seorang miliarder jauh sebelum masuk ke jajaran kabinet SBY. Tetapi, begitulah kehidupan. Semakin tinggi ia berada, maka terpaan angin semakin kuat. Ibaratnya, jangan mendirikan rumah di tepi pantai bila takut akan badai.
Pengamat Sosial