Air India Pecat 125 Pramugari Karena Kegemukan

Administrator - Kamis, 17 September 2015 - 14:46:08 wib
Air India Pecat 125 Pramugari Karena Kegemukan
FOTO:cnnindonesia

JAKARTA (RRN) - Maskapai Air India akan memecat 125 dari 3.500 kru kabin mereka karena dianggap kegemukan. Air India berdalih, tindakan ini dilakukan demi alasan keamanan.

Diberitakan Time, Minggu (14/9), pemecatan ini dilakukan setelah tahun lalu Air India memberikan peringatan pada 600 kru kabin untuk menurunkan berat badan mereka dalam waktu enam bulan.
  
Mereka yang dipecat adalah pramugari yang bobotnya tidak proporsional berdasarkan penghitungan indeks massa tubuh, BMI.

Perintah untuk menurunkan berat badan pertama kali muncul dari Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil India pada tahun 2014. Badan pemerintah ini memberikan tiga bulan untuk menurunkan badan kepada staf udara jika tidak ingin dimutasi bekerja di daratan.

Air India bersikeras pemecatan itu dilakukan demi alasan keamanan, bukan penampilan. Peraturan berbadan langsung bagi pramugari, ujar Air India, diberlakukan demi memastikan kru kabin bekerja dengan baik dalam situasi darurat.

Ini bukan kali pertama Air India memecat karyawan karena berat badannya. Sebelumnya pada 2009, maskapai nasional India ini memecat sembilan pramugari yang gagal menurunkan bobotnya. Sebelumnya para pramugari itu dilarang terbang selama dua hingga tiga tahun karena kegemukan.

Tahun 2013, para pramugari Air India menuntut diberikannya keanggotaan gratis di pusat kebugaran sebelum dilakukan pengujian BMI dan tekanan darah.

Awal tahun ini, Air India memberikan kelas yoga gratis bagi para pramugari baru dan pilot mereka untuk mendukung program kesehatan Perdana Menteri Narendra Modi.(stu/fn)
China Bangun Landasan Pacu Ketiga di Laut Sengketa
Jakarta, (RR) -- China diduga tengah memulai persiapan untuk membangun landasan pacu ketiga di wilayah sengketa Laut China Selatan. Hal ini dibuktikan oleh citra satelit yang diambil pekan lalu.

Diberitakan Reuters, Rabu (16/8), citra satelit tersebut diambil oleh lembaga Center for Strategic and International Studies, CSIS, menunjukkan dimulainya pembangunan di Mischief Reef, satu dari tujuh pulau yang direklamasi oleh China di gugusan Spratly.

Gambar itu menunjukkan pembangunan tembok di wilayah sepanjang 3.000 meter. Tembok ini persis seperti konstruksi serupa di dua pulau lainnya di Spratly, yaitu Subi dan Fiery Cross, seperti disampaikan Greg Poling, direktur Inisiatif Transparansi Maritim Asia di CSIS, AMTI.
•    
"Jelas apa yang kita lihat saat ini adalah pembangunan landasan pacu sepanjang 3.000 meter dan kami telah melihat pembangunan fasilitas pelabuhan untuk kapal," ujar Poling.

Sebelumnya dalam citra satelit yang diambil Juni lalu terlihat China hampir merampungkan landasan pacu sepanjang 3.000 meter di Fiery Cross.

Pakar keamanan mengatakan, landasan pacu sepanjang itu cukup untuk mengakomodasi semua pesawat tempur China, memberikan jangkauan lebih baik bagi Beijing untuk menggapai wilayah maritim Asia Tenggara.

Jika rampung, ketiga landasan pacu ini akan menjadi ancaman bagi armada udara yang melintasi wilayah sengketa antara China dan negara-negara Asia. Poling mengatakan, kekhawatiran akan bertambah besar jika China memasang sistem pertahanan udara canggih di pulau buatan tersebut.

Dia melanjutkan, Filipina adalah pihak yang paling dirugikan dalam hal ini. Dengan pulau buatan, China dapat dengan mudah meningkatkan patroli di Reed Bank, tempat Filipina mengeksplorasi minyak dan gas.

Belum ada komentar dari Filipina terkait laporan ini.

Ditanya soal citra satelit itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei menegaskan bahwa klaim China atas Spratly adalah "kedaulatan yang tidak tergoyahkan" dan mereka berhak membangun fasilitas militer di tempat itu.

Sementara itu juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Bill Urban, mengatakan reklamasi pantai dan pembangunan fasilitas militer di Laut China Selatan akan meningkatkan ketegangan dan mengganggu solusi diplomatik terkait sengketa.

"Pembangunan dan program China ini tidak akan mengurangi ketegangan dan menciptakan solusi diplomatik yang berarti," kata Urban. (den/fn)