RadarRiaunet | Bekasi - Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Masyarakat (FORKAMAH), Marwansyah, S.H menuntut agar tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait proyek pembangunan pagar laut di Bekasi segera diproses secara hukum. Ia mengkritik pemberian sanksi administratif yang dianggap tidak cukup memberikan efek jera bagi para pelaku yang diduga terlibat dalam pemalsuan sertifikat tanah dan praktik mafia tanah.
Menurut Marwansyah sanksi pemecatan yang dijatuhkan oleh Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, kepada enam pegawai BPN—terdiri dari lima Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan satu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K)—hanya merupakan langkah awal yang tidak menyelesaikan masalah utama dalam sektor pertanahan. "Kami mendesak Polda Metro Jaya untuk segera melakukan langkah hukum yang jelas terhadap oknum-oknum BPN yang terlibat, baik dalam pemalsuan sertifikat tanah maupun praktik mafia tanah yang meresahkan masyarakat," ujar Marwansyah dalam keterangan pers yang diterima wartawan pada Senin, 24 Februari 2025.
"Kami meminta agar Polda Metro Jaya tidak hanya mengandalkan sanksi administratif, tetapi membawa pelaku ke meja hijau," tambah Marwansyah.
Menurutnya penyelesaian kasus ini tidak hanya berdampak pada Bekasi, tetapi juga menjadi sinyal bagi pihak berwenang untuk segera menanggulangi mafia tanah secara lebih serius dan tegas.
Pernyataan FORKAMAH tersebut muncul seiring dengan semakin meluasnya ketakutan masyarakat akan maraknya praktik mafia tanah yang terus berjalan tanpa ada tindakan tegas. Marwansyah juga menyampaikan bahwa meskipun Menteri ATR/BPN telah memberikan sanksi terhadap oknum yang terlibat, hal itu tidak cukup untuk menuntaskan masalah yang ada.
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan sertifikat tanah yang digunakan untuk mendukung pembangunan pagar laut di perairan Kabupaten Bekasi. Proyek tersebut melibatkan sejumlah oknum BPN yang diduga bekerja sama dengan mafia tanah, yang berpotensi menambah ketidakpastian hukum dalam pengelolaan lahan. Akibatnya, masyarakat yang terimbas merasa dirugikan dan kebingungan terkait kepastian status kepemilikan tanah mereka.
Bagi Marwansyah, penegakan hukum yang tegas merupakan langkah yang harus diambil untuk membasmi praktik mafia tanah yang merajalela. "Sanksi administratif tidak cukup. Kepolisian harus bergerak cepat untuk menangani perkara ini dengan proses hukum yang jelas, agar keadilan dapat ditegakkan," tegasnya. Ia menambahkan bahwa kehadiran mafia tanah, yang diduga memiliki jaringan luas dengan oknum BPN, membuat masyarakat semakin skeptis terhadap integritas dan keberlanjutan sistem pertanahan di Indonesia.
Tindak Lanjut yang Diharapkan
Sebagai langkah konkret, FORKAMAH juga mendesak pihak kepolisian untuk melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat, dalam proses penyelidikan kasus ini. Dengan keterlibatan yang terbuka dan transparan, diharapkan dapat terungkap siapa saja yang terlibat dalam praktik mafia tanah dan penyalahgunaan wewenang dalam sektor pertanahan.
"Dengan harapan agar kasus ini bisa diselesaikan secara hukum, kami menantikan tindakan tegas dari pihak kepolisian. Tidak ada ruang bagi oknum-oknum yang mencoba memanfaatkan posisi mereka untuk merugikan masyarakat. Ini adalah langkah penting untuk menjaga integritas serta kepercayaan publik terhadap institusi negara, khususnya dalam hal pengelolaan tanah yang seharusnya menjadi hak seluruh warga negara," pungkas Marwansyah.
Kasus ini, yang kini terus menjadi sorotan masyarakat yang berharap adanya tindakan tegas dan transparan dari pihak kepolisian agar tidak ada lagi celah bagi oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi.
(go)