RADARRIAUNET.COM: Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta turun tangan membenahi penegakan hukum di Kepolisian RI (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Permintaan itu terkait polemik pelarian terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra.
"Kita harus ingat bahwa sebenarnya presiden punya wewenang penuh, tidak ada yang bisa menghalangi," kata Wakil Bidang Akademik dan Penelitian Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jantera Bivitri Susanti dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Indonesia Coruption Watch (ICW), Rabu, 5 Agustus 2020.
Bivitri menyebut anggapan presiden tidak bisa ikut campur pada sektor penegakan hukum adalah salah. Sebab, Kepolisian dan Kejagung berada di bawah presiden.
Menurut dia, presiden bisa mengintervensi bawahannya. Kepala negara hanya tak dibenarkan jika mengintervensi hakim.
Dia menyebut perbaikan bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Di antaranya memerintahkan Kepala Polri atau Jaksa Agung untuk melakukan perbaikan.
"Atau melalui koordinasi Menko (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) juga bisa," sebut Bivitri.
Selain itu, presiden juga disarankan memantau proses hukum yang tengah dilakukan. Pemantauan untuk memastikan proses penegakan hukum jelas sesuai jangka waktu yang ditetapkan.
"Jadi ada output yang nantinya jelas jangan sampai mengembang lagi," tegas dia.
Evaluasi juga harus menyangkut keterbukaan informasi. Keterbukaan ini sangat dibutuhkan untuk menghindari persepsi negatif.
"Harus ada pengungkapan kebenaran apa sebenarnya yang terjadi di Kejaksaan dan Kepolisian (polemik pelarian Djoko Tjandra). Kalau kita tidak diberikan suatu langkah yang jelas dengan keluaran yang jelas pasti akan kemana-mana," ujar dia seperti dikutip laman Medcom.
RRN