Menyoal Bajakah

Administrator - Rabu, 28 Agustus 2019 - 17:22:36 wib
Menyoal Bajakah
Tanaman Bajakah MI pic

KEMBALI, dunia pasien kanker terusik terapi alternatif yang konon ‘manjur’. Kali ini lewat kiprah dua siswi SMA di Palangka Raya yang menggondol medali emas dari sebuah ajang kompetisi internasional. Di lab sekolah, mereka meneliti tanaman bajakah yang secara tradisional dipakai sebagai tanaman obat.

Kesimpulannya, tanaman bajakah punya potensi menyembuhkan kanker. Pencapaian itu patut dirayakan. Mereka bisa menjadi titik awal untuk pengobatan kanker. Media pun berlomba memberitakannya. Harga bajakah pun konon langsung melambung.
Pengamat kanker di Indonesia khawatir karena masyarakat percaya kesimpulan itu sudah ‘final’, bukan lagi sebagai ‘potensi’. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) pun mengeluarkan pernyataan bahwa klaim tanaman bajakah bisa menyembuhkan kanker belum bisa dipertanggungjawabkan karena belum bersandar pada evidence-based medicine atau ukuran yang berdasarkan bukti hasil uji ilmiah atas khasiat herbal itu.


Uji ilmiah

Bukti hasil uji ilmiah ialah harga mati untuk menetapkan dasar pijakan praktik kedokteran. Demi melindungi pasien, industri farmasi, dokter dan semua penyedia layanan kesehatan terikat pada etika untuk menyediakan layanan kesehatan yang berbasis bukti dengan sebaik dan serealistis mungkin.

Standar baku internasional mensyaratkan tahapan itu semuanya harus ditempuh, bukan dalam rangka mempersulit meskipun jalannya berbelit dan panjang. Hal itu semata-mata untuk melindungi keselamatan manusia dalam proses pengobatan.

Tahapan uji klinis dimulai dengan uji praklinis, sebuah tahap menguji khasiat suatu obat atau alat tanpa manusia di laboratorium. Hasil uji praklinis itu kemudian dicobakan kepada hewan percobaan. Uji praklinis itu menguji konsep obat atau alat kesehatan dan kelayakan penerapannya untuk dicobakan kepada manusia. Langkah berikutnya uji klinis, sebuah tahapan yang mencobakan obat baru tersebut pada manusia untuk membuktikan sejauh mana efektivitas obat itu menyembuhkan. Sesudah lolos empat atau lima kali tahap uji klinis, barulah obat tersebut bisa dipasarkan.

Sebelum bisa lanjut ke tahap uji klinis, hasil uji praklinis lebih dulu wajib ‘lolos dari  kajian etika penelitian’ (ethics approval). Tujuannya memastikan perlindungan hak mereka yang menjadi objek penelitian sekaligus melindungi pihak peneliti dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ethics approval juga menjamin penerbitan hasil penelitian di jurnal yang bereputasi. Publikasi ini menjadi alat transparansi yang objektif, menciptakan jalur ilmiah untuk mengkritik, menilai dan memperdebatkan hal yang sedang diuji.
 

Keprihatinan para ahli, pengamat kanker, dan pihak berwenang di Indonesia tentu beralasan. Begitu ada tahapan uji ilmiah yang dilompati, secara otomatis dilompati pula perlindungan terhadap pasien. Hasil penelitian siswi SMA tersebut patut dibanggakan. Masalahnya, penjelasan yang diviralkan tidak disertai dengan informasi sejauh mana pengujian telah berlangsung. Kenyataannya, penelitian itu baru pada tahap uji praklinis. Juga tidak ada info apakah proses penelitian itu memenuhi syarat standar internasional. Masyarakat luas perlu dibantu mengerti bahwa meskipun secara tradisional bajakah dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dari prinsip pengujian yang terstruktur dan terukur, tanaman bajakah belum ‘siap pakai’.

Ketiadaan informasi dalam tahapan pengujian pernah terjadi dalam kasus jaket terapi kanker produk ahli fisika Warsito. Ketika akhirnya jaket terapi itu dilarang, muncul tuduhan pelarangan jaket itu merupakan cara untuk menjegal kiprah anak bangsa. Padahal, pelarangan itu terkait dengan belum dilakukannya pemenuhan semua tahap uji ilmiah. Pihak berwenang menemukan bahwa jaket itu masih dalam tahap uji praklinis, sedangkan pihak yang memproduksi telah menjualnya seolah-olah sudah melewati seluruh tahapan uji ilmiah.

Tidak ada keraguan bahwa yang dilabeli sebagai ‘kearifan lokal’ dan muncul dengan predikat ‘karya anak bangsa’ ialah bukti bahwa Indonesia kaya akan potensi ragam pengobatan kelas dunia. Kalau saja semua tahapan uji ilmiah dilalui dan lolos uji, khasiat tanaman bajakah, produk herbal lain, dan jaket Warsito, akan menjadi karya anak bangsa yang bermanfaat bagi pengobatan kanker di dunia. Di sini negara dan pihak swasta diharapkan mendukung langkah selanjutnya agar temuan khasiat bajakah menjadi produk pengobatan yang lolos uji.   


Peran media

Di Indonesia, penderita kanker dengan stadium lanjut terhitung tinggi jumlahnya karena bermacam alasan. Melakukan ragam terapi kanker yang belum terbukti dan teruji menurut standar tertentu menjadi salah satu penyebab kanker beranjak dari stadium awal menjadi stadium lanjut. Bagaimanapun pengobatan kanker harus bersikejar dengan waktu. Menggunakan pengobatan alternatif yang belum melewati uji klinis jelas telah mempertaruhkan waktu.

Kanker merupakan jenis penyakit yang membuat pasien dan keluarga seperti kehilangan harapan, tapi dalam waktu yang bersamaan berharap ada keajaiban. Akibatnya, pengobatan alternatif menjadi lebih populer, padahal belum teruji dan menyebabkan pasien ‘gagal bebas dari kanker’. Stadium lanjut kanker selalu dihubungkan dengan harapan hidup yang rendah, pengobatan yang jauh lebih kompleks dan menyakitkan, dampak psikologis yang berat, serta biaya yang jauh lebih tinggi, baik untuk individu maupun negara. Negara manapun yang mempunyai program jaminan kesehatan nasional, seperti Indonesia, akan makin berat menyandang belanja negara sektor kesehatan dengan tambahan biaya terapi kanker yang supermahal. Apalagi di era BPJS dengan defisitnya yang belum terselesaikan. Obat atau cara terapi yang belum lolos semua tahapan uji ilmiah, ikut menjadi penyebab terancamnya kesanggupan negara menyediakan terapi kanker tanpa bayar.


Dalam keputusasaan itu, masyarakat cenderung mudah percaya terhadap berita terapi kanker yang disodorkan berbagai pihak, bahkan mereka yang tidak punya otoritas medis. Media memiliki otoritas besar dalam membentuk opini publik. Sehari-hari, berseliweran berita atau iklan tentang manjurnya produk herbal untuk terapi kanker. Masyarakat memang harus kritis, tetapi di pihak lain, media harus memosisikan diri sebagai pemberi informasi yang kritis agar dapat melindungi dan mendidik masyarakat. Media yang memberitakan soal temuan khasiat obat seharusnya mengerti prinsip uji ilmiah. Dengan begitu, media mampu menyediakan informasi yang berbasis bukti yang dapat melindungi pasien dalam pengobatan kanker secara benar.

Temuan peneliti muda soal khasiat bajakah ialah penting. Mendorong pemerintah untuk mengambil langkah memenuhi syarat uji klinis atas bajakah merupakan langkah lebih penting. Namun, mendidik masyarakat agar tak gegabah dalam menggunakannya sebagai obat kanker sebelum selesai tahap uji klinis merupakan langkah yang tak kalah penting.

 

RRN/MI