Jakarta : Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengungkap pertemuan malam keprihatinan di Dunkin Donuts Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, pada 2 Oktober 2018. Pertemuan malam itu digelar setelah kabar tentang wajah Ratna Sarumpaet yang lebam menjadi viral.
Fahri menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi meringankan untuk Ratna pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5).
Pertemuan itu, kata Fahri, didatangi para aktivis, mantan pejabat, dan eks pimpinan lembaga. Usai pertemuan malam itu, Ratna kemudian menggelar konferensi pers terkait kebohongannya.
Fahri mengaku dihubungi banyak orang untuk mengonfirmasi tentang kebenaran penyebab wajah Ratna yang lebam. Dia mengaku berusaha menelpon Ratna, namun tidak berhasil.
"Kami juga diundang oleh teman untuk menyatakan keprihatinan sehingga kami hadir di Restoran Cikini untuk menyampaikan keprihatinan banyak tokoh pada malam hari," ujarnya dalam persidangan, seperti sitat CNN Indonesia, Selasa (7/5/2019).
Saat hakim menanyakan siapa yang mengundang Fahri menghadiri pertemuan itu, dia mengatakan banyak pihak yang menghubunginya. Salah satunya adalah Hatta Taliwang, tersangka kasus dugaan makar yang ditangani Polda Metro Jaya pada 8 Desember 2016.
"Saya dapat japri dari banyak teman, ada Pak Hatta Taliwang kalau enggak salah, beberapa teman juga, 'Bang, datang dong! Ini kita harus menyatakan keprihatinan'," tuturnya.
Namun, Fahri membantah saat hakim bertanya apakah dirinya mendapat undangan khusus untuk pertemuan itu atau tidak.
"Sudah sering yang mulia, kalau ada keprihatinan apapun yang jadi perhatian masyarakat kami kumpul dan menyatakan sikap seperti itu," ucapnya.
Fahri mengatakan hasil pertemuan itu adalah para aktivis dan tokoh menyatakan pendapat di muka umum.
Ratna pun berharap kesaksian Fahri bisa meringankan hukuman yang menjeratnya. Dia mengatakan Fahri dihadirkan dalam sidang karena terlibat dalam aksi di Cikini, yang mendesak polisi menangkap pelaku dugaan penganiayaan Ratna kala itu.
Dalam kasus ini, Ratna didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.
Selain itu, Ratna juga didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dinilai telah menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atas dasar Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
RRN/CNNI