Jakarta : Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga meyakini pelaksanaan Pilpres 2019 telah berjalan sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang berlaku.
Pihaknya pun meminta kepada Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga untuk melapor ke Badan Pengawas Pemilu bila menemukan pelanggaran-pelanggaran di Pilpres 2019.
Hal itu ia sampaikan sekaligus untuk merespons pernyataan Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sudirman Said yang menyebut Pemilu 2019 merupakan hasil kecurangan.
"TKN meminta, pihak terkait segera melaporkannya ke pihak Bawaslu. Jadi tidak perlu reaktif, membuat analisis yang tidak berdasar. Kita harus menentang segala bentuk delegitimasi pemilu," ujar Arya di Posko Cemara, Jakarta, seperti sitat CNN Indonesia, Selasa (23/4/2019).
Selain itu, Arya menyatakan timses Jokowi-Ma'ruf telah berhasil membongkar kebohongan soal klaim kemenangan kubu Prabowo-Sandi di DKI Jakarta dan Lampung. Ia menyatakan pihaknya menemukan indikasi kecurangan dalam metode penghitungan data dari timses Prabowo-Sandiaga di kedua wilayah tersebut.
Arya lantas membeberkan klaim kemenangan kubu Prabowo-Sandiaga hanya didasarkan pada uji sampling di 300-an TPS di Jakarta. Sedangkan, kata dia, jumlah TPS di DKI Jakarta berjumlah sebanyak 29.063 TPS dengan jumlah pemilih tetap sebanyak 7,2 juta.
"Bagaimana mereka bisa kumpulkan data begitu cepat. Padahal mereka banyak enggak punya saksi di TPS. Contoh di Kayu Putih, Pulo Gadung itu enggak ada saksi 02. Tapi versi BPN menang 72 persen di Jakarta," ujar Arya.
Selain itu, Arya turut mengungkapkan kesalahan sampling oleh kubu Prabowo-Sandiaga di Lampung. Dari hasil penelusuran pihaknya, quick count kubu Prabowo-Sandiaga hanya dilakukan di 30 TPS. Padahal, kata dia, jumlah TPS di Lampung sebanyak 26.265 dan 8 TPS DPTb.
"Jadi tidak heran kalau mereka klaim kemenangan di Jakarta 62,23% dan Lampung 59,09%. Kami sangat menyayangkan cara-cara seperti ini. Karena ini jelas edukasi yang salah ke masyarakat," kata dia.
Arya lantas mencatat bahwa real count yang dilakukan internal TKN Jokowi-Ma'ruf di Jakarta menunjukkan Jokowi-Ma'ruf unggul 55.35. Sementara Prabowo-Sandiaga yang meraih 44.65 persen. Data real count TKN itu baru masuk sebesar 38.33 persen hingga tanggal 22 April 2019 pukul 14.00 WIB.
Sedangkan hasil real count KPU sampai tanggal 22 April 2019 menunjukkan Jokowi-Amin mendapatkan 53,16 persen di Jakarta. Sedangkan Prabowo-Sandi hanya mendapat 46,84 persen. Data yang masuk ke KPU sendiri baru masuk sebesar 20,33 persen.
Selain itu, Arya lantas mencatat bahwa real count yang dilakukan internal TKN Jokowi-Ma'ruf di Lampung menunjukkan Jokowi-Ma'ruf unggul 56.93 persen. Sementara Prabowo-Sandiaga hanya meraih 43.07 persen. Data real count TKN itu baru masuk sebesar 52.91 persen hingga tanggal 22 April 2019 pukul 14.00 WIB.
Sedangkan hasil real count KPU sampai tanggal 22 April 2019 menunjukkan Jokowi-Amin mendapatkan 56.22 persen di Lampung. Sedangkan Prabowo-Sandi hanya mendapat 43.78 persen. Data yang masuk ke KPU sendiri baru masuk sebesar 18.26 persen.
Pengerahan Massa
Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengkritik rencana pengerahan massa dalam menyikapi hasil rekapitulasi pemungutan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jimly menilai saat ini bukan zamannya aksi turun ke jalan karena sudah ada prosedur yang memfasilitasi lewat Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga yang menaungi perselisihan pemilu, menurut Jimly, memang tidak ada selama Orde Baru. Namun ketika era reformasi, sudah ada perangkat yang mengakomodasi keperluan tersebut.
"Dulu sebelum reformasi kita belum sediakan mekanisme konstitusional untuk memutuskan perselisihan hasil pemilu, sekarang sudah ada dengan adanya MK," ujar Jimly di kantor ICMI, Senin (22/4).
Atas dasar pertimbangan itu, eks Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini mengimbau semua pihak tidak aksi turun ke jalan termasuk mengerahkan kekuatan massa atau people power.
Wacana people power sempat utarakan oleh Amien Rais. Cara seperti itu menurut Jimly tidak sesuai dengan kesepakatan reformasi.
"Jadi jangan lagi mob politics dipakai, uninstitutionalized mechanism tidak lagi kita idealkan sesudah reformasi," ucapnya.
"Kalau mengenai proses pemilihannya silang sengketa ke Bawaslu, kalau perilaku penyelenggara ke DKPP," kata Jimly.
Sebelumnya Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menjelaskan maksud people power dari pernyataan Amien. Mereka menyebut aksi itu merupakan bentuk pengawalan penghitungan suara yang tak memakai tindak kekerasan maupun cara-cara lain yang inkonstitusional.
Menurut BPN bentuk pengawalan itu berupa mengawasi penghitungan formulir C1 di TPS dan mengawal tiap-tiap kecamatan. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi potensi kecurangan yang dapat terjadi.
RRN/CNNI