Jakarta: Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara ( BKN) Mohammad Ridwan membenarkan bahwa pemecatan pegawai negeri sipil (PNS) terkesan lambat.
Pernyataan ini menanggapi Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah yang menyayangkan lambannya pemecatan PNS koruptor.
Menurut data KPK, dari 2.357 PNS yang telah divonis korupsi melalui putusan berkekuatan hukum tetap, baru 891 yang diberhentikan secara tidak hormat.
Ridwan mengatakan, kecepatan proses pemecatan PNS yang korupsi tergantung pada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
"PPK itu menteri, Kepala LPMK, kalau di pusat, kalau di daerah itu gubernur, wali kota, bupati. Jadi kecepatannya tergantung dari mereka-mereka semua, kalau mereka lambat menandatangani ya enggak bisa," seperti sitat Kompas.com, Senin (28/1/2019).
Ia mengakui, ada beberapa kendala dalam pemecatan PNS koruptor.
Pertama, adanya keengganan dari PPK untuk melakukan pemecatan karena kasus korupsi yang menjerat ASN tersebut terjadi di luar kepemimpinan mereka.
"Masalahnya sebenarnya berada di luar periode kepemimpinan bapak gubernur, walkot, bupati itu, jadi mereka (PPK) enggan, 'Ini kan masalah lama kenapa kita yang harus beresin'" kata Ridwan.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, pemecatan aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti korupsi berjalan lambat.
Padahal, pemberhentian PNS koruptor sudah menjadi komitmen pemerintah.
Dari data KPK, dari 2.357 PNS yang telah divonis korupsi melalui putusan berkekuatan hukum tetap, baru 891 yang diberhentikan secara tidak hormat.
"KPK menerima informasi dari BKN tentang masih lambatnya proses pemberhentian PNS yang telah terbukti korupsi.
Hal ini disebabkan mulai dari keengganan, keraguan atau penyebab lain para PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (27/1/2019), seperti sitat Kompas.com.
RRN/Kompas.com