Jakarta: Dua perusahaan penggaran proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018 berpeluang menjadi tersangka korporasi. Penetapan tersangka korporasi bisa dilakukan saat penyidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup.
"Bisa saja diproses korporasinya sepanjang buktinya cukup," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 23 Januari 2019.
Febri mengakui hingga kini kedua perusahaan itu belum dijerat sebagai tersangka korporasi. Penyidik masih fokus menuntaskan berkas tersangka perkara suap proyek milik Kementerian PUPR itu.
"Saat ini kami masih fokus pada tersangka-tersangka yang sudah ada," ujarnya.
Febri mengamini jika kasus dugaan suap pembangunan SPAM itu berpeluang besar untuk dikembangkan. Termasuk, menjerat kedua perusahaan penggarap proyek sebagai tersangka korporasi.
"Nanti kita lihat satu persatu pada perkembangan proses persidangan karena dari kasus dugaan suap proyek SPAM ini memang cukup banyak ruang pengembangan yang kami lihat berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan," pungkas Febri.
KPK menetapkan delapan orang tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan AirMinum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018, milik Kementerian PUPR. Kedelapan tersangka itu yakni, sebagai pihak pemberi Direktur Utama PT Wijaya Kesuma Emindo (WKE), Budi Suharto; Direktur PT WKE, Lily Sundarsih; Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma; Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Kemudian sebagai pihak penerima, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare; PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kusrinah; Kepala Satuan Kerja SPAMDarurat, Teuku Moch Nazar; dan PPK SPAM Toba I, Donny Sofyan Arifin.
Total barang bukti yang diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan kali ini sejumlah Rp3.3 miliar, SGD23.100, dan USD3.200. Dalam kasus ini, Anggiat, Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan SPAM tahun 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Sementara 2 proyek lain yang juga diatur lelangnya yakni pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Lelang diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP.
Anggiat diduga menerima fee untuk pemulusan proyek-proyek itu sebesar Rp850 juta dan USD5 ribu, Meina menerima Rp1,42 miliar dan USD22 ribu. Kemudian, Nazar menerima Rp2,9 miliar dan Donny menerima 170 juta.
Atas perbuatannya, Budi, Lily, Irene, dan Yuliana selaku pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, Anggiat, Meina, Nazar dan Donny selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Fzn/medcom.id