Paris: Sebuah kelompok hak asasi manusia di Prancis telah menuntut Putra Mahkota Abu Dhabi, Mohammed bin Zayed al-Nahyan, atas tuduhan keterlibatannya dalam perang di Yaman.
Aliansi untuk Perlindungan Hak dan Kebebasan (AIDL) menuduh Al-Nahyan melakukan kejahatan perang, keterlibatan dalam penyiksaan, dan perlakuan tidak manusiawi di Yaman.
"Dalam kapasitas ini dia telah memerintahkan pengeboman di wilayah Yaman," bunyi pengaduan yang diajukan oleh pengacara Prancis, Joseph Breham, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu 21 November 2018.
Gugatan itu diajukan di pengadilan Paris selama kunjungan Al-Nahyan ke Prancis. Pengaduan terhadap putra mahkota Abu Dhabi mengutip laporan oleh para ahli PBB yang mengatakan serangan koalisi mungkin merupakan kejahatan perang dan penyiksaan dilakukan di dua pusat yang dikuasai pasukan Emirat.
Uni Emirat Arab (UEA) adalah salah satu negara koalisi yang terlibat dalam perang di Yaman. Mereka secara teratur ambil bagian dalam serangan pengeboman.
Salah satu kasus yang disebut dalam gugatan itu berupa pengeboman sebuah bangunan di ibu kota Yaman, Sanaa, pada 2016 ketika bangunan itu ditempati ayah dari seorang menteri dalam pemerintahan Houthi. Pengaduan ini mirip dengan yang diajukan pada April lalu terhadap Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman selama kunjungannya ke Prancis.
Kejaksaan Prancis saat ini menelaah gugatan itu dalam proses hukum yang diperkirakan akan berlangsung setahun. Prancis merupakan sekutu dekat UEA dan Arab Saudi, yang memimpin koalisi yang memerangi gerilyawan Houthi yang mengendalikan sebagian besar Yaman utara dan ibu kota Sanaa.
Selama beberapa pekan terakhir, tekanan telah meningkat pada Presiden Emmanuel Macron atas penjualan senjata Prancis ke dua negara Teluk. Prancis juga memiliki pangkalan militer di Abu Dhabi, yang dibuka pada 2009.
Beberapa negara Barat telah memberi senjata dan laporan intelijen kepada negara-negara Arab dalam aliansi. Tetapi telah menunjukkan peningkatan kecaman soal perang sejak pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di konsulat kerajaan di Istanbul bulan lalu.
Beberapa pekan terakhir, sejumlah negara Barat menyerukan gencatan senjata demi mengakhiri perang hampir empat tahun yang telah menewaskan lebih dari 10.000 orang, dan menyebabkan krisis kemanusiaan paling buruk di dunia.
fjr/medcom.id